√ Soal Hoya Hoya, Tokoh Masyarakat Belopa, Wahab : Menolak Keras dan Tegaskan Tidak Ada Hubungannya Dengan Hari Jadi Belopa Masyarakat Harus Tahu- Portal News - Media Investigasi Pembaharuan Nasional

Jelajahi

Copyright © Portal News
Created with by Portal News
PT ZIB Group Templates

Iklan

Iklan

iklan-portal-news

Soal Hoya Hoya, Tokoh Masyarakat Belopa, Wahab : Menolak Keras dan Tegaskan Tidak Ada Hubungannya Dengan Hari Jadi Belopa Masyarakat Harus Tahu

Selasa, 21 Januari 2025, Januari 21, 2025 WIB Last Updated 2025-01-22T10:43:49Z


Luwu, Portal News – Polemik mengenai tradisi Hoya Hoya yang ada di Lapangan Andi Djemma Belopa menuai penolakan keras dari sejumlah tokoh masyarakat setempat. 


Mereka menilai bahwa kegiatan tersebut tidak relevan dan tidak memiliki hubungan dengan Hari Jadi Belopa, terutama mengingat momentum resmi Hari Jadi Belopa seharusnya mengacu pada tanggal 30 Desember, sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2005 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Luwu sebagai Lembaran Negara Indonesia Tahun 2005 Nomor 166.


Seorang tokoh masyarakat Belopa, Wahab, menegaskan bahwa tanggal 30 Desember 2005 adalah hari bersejarah bagi Belopa karena pada tanggal tersebut ditetapkan secara resmi sebagai ibu kota Kabupaten Luwu.


"Tradisi Hoya Hoya tidak ada kaitannya sama sekali dengan Hari Jadi Belopa, apalagi akan merusak kondisi lapangan sepak bola kita. Jika mereka bikin di pasar lama seperti biasa itu tidak apa-apa dinda, apalagi acara ini jika disandingkan dengan peringatan tanggal 13 Februari, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan aturan dalam PP Nomor 80 Tahun 2005, makanya kami sebagai masyarakat Belopa menolak keras. Karena baru tahu dari kita Dinda Ajis, kalau sebenarnya Pemindahan Kabupaten Luwu dari Palopo sesuai Surat instruksi Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yodhoyono" ujar Wahab. Selasa (21/1) sekira pukul 12:30 (WITA) Siang.


Menurutnya, penyelenggaraan acara yang dinilai tidak sesuai kondisi lapangan dan waktu peringatan resmi hanya akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.





Ia mengajak semua pihak untuk menghormati keputusan yang telah diatur oleh pemerintah, yakni menetapkan 30 Desember sebagai hari penting dalam sejarah Belopa.


"Jika kita ingin memperingati Hari Jadi Belopa, maka kita harus melakukannya dengan menghormati fakta sejarah. Tidak ada alasan untuk menggeser makna sejarah ini ke tanggal lain," tambahnya.


Penolakan terhadap Hoya Hoya juga mencerminkan kekhawatiran bahwa tradisi ini tidak merepresentasikan nilai-nilai budaya lokal yang seharusnya menjadi fokus dalam perayaan Hari Jadi Belopa.


"Kita butuh kegiatan yang mengakar pada sejarah dan budaya Luwu, bukan sesuatu yang justru tidak mencerminkan identitas kita," tegasnya.


Sebagai informasi, PP Nomor 80 Tahun 2005 menetapkan bahwa pemindahan ibu kota Kabupaten Luwu dari Kota Palopo ke Belopa terjadi secara resmi pada tanggal 30 Desember 2005.


Sehingga, banyak pihak menilai bahwa peringatan Hari Jadi Belopa sudah seharusnya diperingati setiap tanggal tersebut, bukan pada 13 Februari atau tanggal lainnya.


Selain itu, kami perwakilan masyarakat Luwu pun berharap pemerintah dan anggota DPRD Luwu dapat memperhatikan aspirasi ini dan menyesuaikan penyelenggaraan kegiatan dengan fakta historis yang telah tertuang dalam aturan resmi.


"Jangan sampai kita melupakan sejarah, ini bukan hanya soal tradisi. Tapi soal identitas Belopa dan Kabupaten Luwu secara keseluruhan," tutupnya. (Red)
Silahkan Komentar Anda

Tampilkan


Portal Update


Pasang Iklan

PORTAL OLAHRAGA

+
Layanan Pengaduan

PORTAL OTOMOTIF

+

X
X
×
BERITA UTAMA NEWS
-->