Luwu, Portal News - Polda Sulawesi Selatan kembali menetapkan Kepala Desa Rante Balla, Etik sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi.
Penetapan ini berdasarkan Pasal 11, Pasal 12 huruf b dan huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kasus ini mencuat setelah gelar perkara yang dilakukan oleh Polda Sulsel, sebagaimana dihimpun oleh media newstabloidsar com pada Selasa (14/1/2025). Berdasarkan tidak kuatnya penetapan pasal yang dibatalkan melalui putusan praperadilan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 10/Pid.pra/2024/Pn.Mks.
Namun, keputusan ini menuai kontroversi, terutama dari pihak desa dan masyarakat yang merasa bahwa kasus ini telah selesai melalui putusan pengadilan sebelumnya.
Sulkarnain alias Sul, selaku Tokoh Pemuda dan Aktifis Luwu saat dihubungi Redaksi Media Portal News menilai langkah Polda Sulsel yang kembali membuka kasus ini tidak berdasar. Ia menyebut bahwa kasus tersebut telah dihentikan melalui putusan pengadilan, sehingga upaya Polda Sulsel justru mencederai institusi kepolisian dan mencerminkan ketidakhormatan terhadap hukum.
"Jika kasus ini terus diangkat, Polda Sulsel sama saja mencederai dirinya sendiri, karena putusan pengadilan adalah ketetapan hukum tertinggi. Bahkan, institusi Polri, termasuk Mapolres Luwu, seharusnya menghormati keputusan tersebut," tegas Sul, melalui via telepon selulernya (WhatsApp) saat di hubg. Kamis (13/2) Sekira pukul 17:55 (WITA) Sore.
Lebih lanjut, Sul juga menyoroti peran mahasiswa yang telah beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa di Polda Sulsel serta menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Provinsi Sulsel terkait kasus ini. Menurutnya, seharusnya mereka lebih objektif dalam melihat permasalahan ini.
"Seharusnya yang disoroti adalah keseluruhan kasus mafia tanah di Kecamatan Latimojong, bukan hanya Ibu Etik. Banyak pelaku lain yang jelas-jelas diduga terlibat, tapi mengapa hanya beliau yang terus disorot? Ada apa?" ungkap Sul penuh tanya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polda Sulsel belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan dari Sekretaris Desa maupun langkah hukum yang akan diambil selanjutnya dalam kasus ini.
Publik masih menunggu perkembangan terbaru mengenai nasib hukum Etik dan kemungkinan adanya tersangka lain dalam skandal mafia tanah di wilayah tersebut.
"Kontroversi dan Reaksi Publik"
Sehingga penetapan kembali Etik sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, akademisi, serta aktivis anti-korupsi.
Sebagian pihak mendukung langkah Polda Sulsel sebagai bentuk penegakan hukum yang berkelanjutan terhadap tindak pidana korupsi, sementara pihak lain menilai keputusan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi Polda Sulsel terhadap Etik yang sebelumnya telah mendapatkan putusan pengadilan yang menguntungkannya alias bebas dari jeratan hukum.
Aktivis mahasiswa yang telah melakukan beberapa kali aksi unjuk rasa di depan Polda Sulsel menegaskan bahwa kasus ini harus dibuka kembali secara transparan dan tidak boleh ada intervensi dari pihak mana pun.
Lanjut Sul. Mereka menuntut agar aparat penegak hukum tidak tebang pilih dalam menindak para pelaku mafia tanah di Kecamatan Latimojong.
"Kami meminta agar kepolisian dan kejaksaan bertindak adil. Jika Ibu Etik memang bersalah, tunjukkan bukti baru yang kuat. Jika tidak, mengapa kasus ini dibuka kembali setelah adanya putusan pengadilan? Jangan sampai ada kepentingan tertentu yang bermain dalam perkara ini," ujarnya
Di sisi lain, beberapa tokoh masyarakat dan perangkat desa justru mempertanyakan mengapa hanya Etik Polobuntu yang disorot dalam dugaan kasus mafia tanah di Latimojong. Mereka menegaskan bahwa ada banyak aktor lain yang terlibat, tetapi belum tersentuh hukum.
"Diminta Sikap Polda Sulsel dan Potensi Langkah Hukum Selanjutnya"
Hingga saat ini, pihak Polda Sulsel belum memberikan pernyataan resmi terkait alasan dibukanya kembali kasus ini, terutama setelah adanya putusan pengadilan sebelumnya. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa ada dugaan bukti baru yang membuat penyidik memutuskan untuk kembali menetapkan Etik Polobuntu sebagai tersangka.
Pakar hukum pidana, Dr. Andi Rahmat saat di mintai Tanggapannya oleh Redaksi Media Portal News melalui telepon seluler (WhatsApp) mengatakan bahwa jika memang ada bukti baru yang kuat, maka secara hukum kasus ini bisa dibuka kembali meskipun sebelumnya telah dihentikan.
"Dalam hukum, ada prinsip ne bis in idem yang melarang seseorang diadili dua kali untuk kasus yang sama. Namun, jika ada bukti baru yang belum pernah disertakan dalam proses hukum sebelumnya, maka kasus bisa dibuka kembali. Ini yang perlu diklarifikasi oleh Polda Sulsel agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat," jelasnya. Jumat (14/2) sekira pukul 12:30 (WITA) Dini hari.
Sementara itu, Etik Polobuntu sendiri dikabarkan akan mengambil langkah hukum dengan mengajukan praperadilan jika penetapan tersangkanya tetap berlanjut. Tim kuasa hukumnya menyatakan bahwa mereka siap membawa perkara ini ke ranah yang lebih tinggi jika ditemukan adanya penyimpangan dalam proses hukum yang dijalankan oleh kepolisian dan pihak pihak yang terus menyoroti Kepala Desa Rante Balla.
"Kesimpulan dan Harapan Masyarakat"
Kasus ini masih menjadi perhatian publik, khususnya di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, karena melibatkan isu hukum, keadilan, dan mafia tanah yang meresahkan masyarakat.
Publik berharap agar pihak berwenang dapat menyelesaikan perkara ini dengan transparan dan adil, tanpa ada kepentingan politik atau tekanan dari pihak tertentu.
Masyarakat juga menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum dalam mengungkap seluruh jaringan mafia tanah yang diduga beroperasi di Kecamatan Latimojong dan sekitarnya, Termasuk Perusahaan PT MDA yang sudah bercokol kurang lebih 42 tahun lamanya di gunung penghasil emas itu yang status dan kedudukannya masih simpang siur. Bukan hanya memfokuskan perhatian pada satu individu saja.
Perkembangan terbaru dari kasus ini akan terus kami pantau, untuk informasi lebih lanjut. (Red).