PORTAL NEWS -- Kasus sengketa tanah yang diklaim sudah berganti pemilik ke Pengurus Pondok Pesantren Darul Istiqamah yang ada di Wara Kecamatan Kamanre Kabupaten Luwu dibantah keras oleh ahli waris Almarhum Muhammad Hasta.
KET FOTO: Suasana di bagian dalam Pondok Pesantren Darul Hasta Istiqomah Cilallang Desa Wara Kec. Kamanre Kab. Luwu saat ini. [Foto: Ist] |
KET. FOTO: Ponpes kini dipasangi garis polisi. [foto: ist] |
Kronologi Berdirinya Pesantren Darul Istiqamah di Desa Cilallang (Wara) Luwu
(Seperti Dituturkan Kiki Reski, cucu dari Muh. Hasta pemilik lahan pondok pesantren kepada Portal News)
Pada tahun 1989, Muhammad Hasta, seorang petani yang memiliki lahan seluas 2.713 meter persegi di Desa Cilallang yang kini telah berubah menjadi Desa Wara Kecamatan Kamanre Kabupaten Luwu memiliki mimpi besar.
Ia ingin diatas lahannya itu berdiri pondok pesantren Islam yang megah sebagai bukti kecintaan kepada agama Islam yang dianutnya.
Hanya saja, untuk mewujudkan mimpinya itu, Hasta memerlukan guru atau ustadz yang bisa mengajar di pondok pesantren yang akan dibangunnya itu.
Berhubung di desanya belum ada ustadz saat itu, maka dikirimkannya anak-anaknya, pada tahun 1980-an, ke Pondok Pesantren Darul Istiqamah yang berada di Maccopa Kabupaten Maros Sulawesi Selatan untuk belajar dan menimba ilmu agama Islam di tempat itu.
Saat berkunjung di Maros untuk menengok anaknya yang sedang belajar disana, bertemulah Muh. Hasta dengan salah satu Pengurus sekaligus pemilik Pesantren Darul Istiqamah yakni bapak Kyai Marzuki Ali yang kini sudah Almarhum.
"Waktu itu Alm. Muh Hasta, kakek saya itu bercerita jika dia juga berminat untuk membuat sekolah Islam di kampungnya di Cilallang. Saat bertemu Kyai Marzuki bak gayung bersambut, ajakan itu diterima dan mereka pun menjalin kerjasama."
"Awalnya Pak Kyai itu bertanya adakah lahanmu di kampung?," cerita Kiki Reski, cucu Alm. Muh Hasta.
"Ada jawab kakek saya waktu itu."
"Oh iya, nonno no riawa, katanya dalam bahasa Bugis saat itu. Yang artinya turun miki ke bawah (ke kampung ta di Luwu), bangun miki sekolah pesantren, saya pi yang siapkan tenaga pengajarnya (guru)," lanjut Kiki menirukan ucapan Kyai Marzuki yang pernah disampaikan kakeknya semasa hidupnya.
Setelah itu, kakeknya, kemudian mendirikan rumah pondok, yang akan ditempati oleh ustadz atau guru yang akan datang mengajar.
Sambil berjalan, pada tahun 1989, Hasta juga mendirikan 3 petak ruangan semi permanen untuk dijadikan ruang kelas yang akan dipakai para Santri untuk proses belajar-mengajar.
"Kakek kami juga membentuk Pengurus Pondok tersebut dimana kakek kami sendiri yang bertindak sebagai ketuanya dan dibantu juga oleh anggota keluarga kami dan warga setempat."
Akhirnya terbentuklah pondok pesantren di Desa Cilallang yang waktu itu masih meminjam nama yayasan Darul Istiqamah karena untuk aspek legalitas saat itu, dimana diketahui, untuk mengurus yayasan pendidikan dan mendaftarkannya di Kementerian Agama urusannya agak ribet dan prosesnya yang panjang dan lama, serta ditambah minimnya pengalaman keluarga kami yang memang masih terbilang baru dalam hal lembaga pendidikan Islam.
Alhamdulillah, kegiatan pondok berjalan 10 tahun, pada saat itu, semua kebutuhan para ustadz untuk mengajar dipenuhi, termasuk dengan menyediakan 1 petak sawah yang dipakai guru pengajar untuk mencukupi kebutuhan hidup Ustadz yang didatangkan ini. Semua itu disediakan oleh Muh Hasta, yang kemudian meninggal dunia pada tahun 1998 saat menunaikan ibadah di Tanah Suci, Mekkah.
Kemudian setelah itu, kepengurusan Pondok Pesantren diserahkan kepada Andi Nurdin, paman kami yang merupakan ponakan dari kakek kami. Paman kami itu, yang melanjutkan perjuangan kakek kami sampai tahun 2011 dengan dibantu oleh om kami Pak Sukiman Hasta.
"Setelah 2011, ketua Pengurus kemudian diserahkan kepada bapak saya (Usman Jafar), bersama om saya juga, Sukiman Hasta yang ikut membantu mengelola Pondok saat itu."
Tahun 2015, Sukiman Hasta wafat. Setelah om kami wafat, mulai terasa ada perubahan, peran kami mulai tidak ada atau dihilangkan di Pondok tersebut. Berulangkali kami menanyakan di Departemen Agama, tapi seolah-olah ditutup-tutupi. Kami menanyakan siapa pengurus pondok yang sekarang aktif itu siapa-siapa saja orangnya, sejak kapan berganti dan siapa yang mengangkatnya.
Tahun 2015 kami sudah berupaya melakukan mediasi. Kami mulai dari tingkat desa, kecamatan, sampai kabupaten. Hingga 2016, melalui musyawarah itu juga, setelah kami mediasi dengan pihak pesantren DI di Maros, kami membentuk Yayasan Darul Hasta Istiqamah.
Sejak 2016, karena sebelumnya kami belum memiliki Badan Hukum, akhirnya lembaga kami resmi memiliki badan hukum.
Sejak saat itu mulai muncul konflik, pihak Darul Istiqomah tidak menerima baik dengan adanya yayasan kami yang baru tersebut. Dengan alasan, bahwa lembaga pesantren yang ada disana itu (Cilallang) sudah dinaungi oleh yayasan mereka. Lalu tanah tempat Pondok Pesantren itu berdiri juga diklaim sebagai hak milik mereka. Dengan alasan bahwa lahan itu sudah diserahkan orangtua kami kepada mereka.
Jika betul demikian, kami pada waktu itu meminta, agar mereka menunjukkan satu lembar surat yang menjadi bukti otentik, bahwa orangtua atau kakek kami sudah menyerahkan tanah dan pengelolaan kepengurusan Pondok itu kepada mereka (Darul Istiqomah).
Kami keberatan karena mereka sampai hari ini mereka tidak bisa membuktikan jika aset berupa tanah sudah diserahkan ke pihak mereka. Begitupula dengan Pengurus Pondok pesantren. Karena kami hari ini sudah memiliki Yayasan sendiri. Bahkan tanah diatas pondok pesantren kami itu sudah ada sertifikatnya. Sertifikatnya terbit di tahun 2020, begitupun dengan pajak-pajaknya, pajak bumi bangunan (PBB) kami yang selalu bayar selama 5 tahun terakhir.
Dan kalau memang mereka merasa berhak memiliki tanah itu, pasti mereka sudah lama mengurus sertifikat tanahnya.
Sejak itu kami berkonflik terus. Saat itu kami sudah beri ultimatum. Jika tidak bisa menunjukkan bukti, kami anggap kerjasama dengan pihak mereka sudah berakhir.
Kepada anak-anak santri, yang jumlahnya sekitar 60-an sudah kami imbau sejak 2020 agar mengirimkan surat kepada Orangtua bahwa hendaknya diamankan dulu anak-anaknya. Kami bersedia bertanggungjawab mengambil alih pendidikan anak-anak Santri ini agar mereka tidak terkena dampak konflik yang berkepanjangan.
Dan akhirnya karena tidak selesai juga, pada hari Senin 11 Desember 2023, mereka mendatangkan tamu-tamu dari Maros sebanyak 2 mobil, kondisi lokasi sudah dipagar keliling, dan mereka membongkar paksa pagar kami, dan (tindakan) itu tidak kami terima, sehingga terjadilah keributan pada saat itu.
Di tanggal 13 terjadi lagi keributan, antara om saya dengan anak dari salah satu pengelola pondok saat ini. Terjadi perkelahian dimana om saya juga ada luka, waktu itu saya bawa visum juga, dan melaporkan ke kantor polisi. Dan terjadilah aksi insiden pada malam tanggal 13 Desember 2023 yang viral itu.
BERSAMBUNG
(Red)