√ Begini Kronologi Kasus Sengketa Lahan Pesantren di Cilallang Luwu, Ahli Waris Ungkapkan Fakta Sebenarnya- Portal News - Media Investigasi Pembaharuan Nasional

Jelajahi

Copyright © Portal News
Created with by Portal News
PT ZIB Group Templates

Iklan

Iklan

iklan-portal-news

Begini Kronologi Kasus Sengketa Lahan Pesantren di Cilallang Luwu, Ahli Waris Ungkapkan Fakta Sebenarnya

Minggu, 14 Januari 2024, Januari 14, 2024 WIB Last Updated 2024-04-20T17:26:13Z

Begini Kronologi Kasus Sengketa Lahan Pesantren di Cilallang Luwu, Ahli Waris Ungkapkan Fakta Sebenarnya

PORTAL NEWS
 
-- Kasus sengketa tanah yang diklaim sudah berganti pemilik ke Pengurus Pondok Pesantren Darul Istiqamah yang ada di Wara Kecamatan Kamanre Kabupaten Luwu dibantah keras oleh ahli waris Almarhum Muhammad Hasta.



Kiki Reski (36 tahun), cucu Alm. Muh Hasta, pemilik tanah sekaligus pendiri dan pengurus pertama pesantren tersebut kepada Portal News, Sabtu petang, 13 Januari 2024 membeberkan sejumlah fakta yang belum banyak diketahui publik.



Ibu yang saat ini berprofesi sebagai kepala sekolah dan aktif membina di lembaga pendidikan keluarga mereka menceritakan kronologi bagaimana Pesantren Darul Istiqamah Cilallang itu bisa berdiri di tanah Almarhum kakeknya itu. 



Dia berharap dari kronologi yang sebenarnya terkait asal muasal pesantren yang mulai berdiri sejak 1989 di Cilallang (kini Desa Wara) itu, masyarakat dan unsur penegak hukum bisa memahami fakta riil sehingga tidak menjadi asumsi semata yang mendiskreditkan pihak ahli waris soal keberadaan pesantren yang digambarkan berseteru soal kepemilikan lahan dan pengelolaan pondok.



"Kami merasa sangat dirugikan oleh pemberitaan pasca terjadinya kasus 13 Desember 2023 lalu. Untuk itu kami memohon keadilan dengan memberikan fakta sebenarnya dibalik terjadinya peristiwa tersebut," ujar Kiki. 

Begini Kronologi Kasus Sengketa Lahan Pesantren di Cilallang Luwu, Ahli Waris Ungkapkan Fakta Sebenarnya
KET FOTO: Suasana di bagian dalam Pondok Pesantren Darul Hasta Istiqomah Cilallang Desa Wara Kec. Kamanre Kab. Luwu saat ini. [Foto: Ist] 



Sebelumnya sempat beredar berita viral soal kasus penyerangan pondok pesantren yang dilakukan OTK yang diklarifikasi oleh ahli waris bahwa tidak semua yang diberitakan itu benar. Yang berkumpul malam itu bukanlah orang tak dikenal melainkan rumpun keluarga dan warga setempat yang dipicu oleh adanya perkelahian antara salah satu anak pengelola pondok dengan salah satu ahli waris siang harinya dimana salah satu ahli waris mengalami luka di bagian bibir dan lebam di bagian pipi. 


Pihak keluarga dan warga setempat keberatan dan tidak terima karena keluarga mereka dipukul disaat konflik yang sudah berkepanjangan ini terjadi. 


Keluarga ahli waris, sebagian warga dan tokoh - tokoh masyarakat mengetahui dan menjadi saksi hidup sejarah didirikannya pesantren di atas lahan orang tua mereka sehingga tindakan penguasaan lahan semena - mena oleh pengelola pondok yang tadinya hanya sebagai guru ini telah lama membuat keluarga dan sebagian warga kesal. 


Ditambah beberapa kali mediasi yang juga melibatkan tokoh - tokoh masyarakat setempat menyaksikan pihak DI Maros bersikeras ingin mengendalikan pengelolaan pondok dan ahli waris dan pengurus lama harus ikut komando mereka. 


Tidak ada santri yang dilecehkan dan tidak ada guru yang dipukul pada malam itu. Yang terbakar pun adalah bagian kecil (separuh dinding tripleks) dari rumah pengelola pondok dan semua ini terjadi secara spontanitas, tidak direncanakan dikarenakan banyaknya orang yang berkumpul malam itu. Api yang muncul pun dengan sigap segera dipadamkan oleh anggota keluarga dikarenakan kami juga tidak ingin ada kerusakan di wilayah pesantren yang telah didirikan orang tua kami 30 tahun lebih. Sekiranya insiden malam itu ingin menyerang pondok pesantrennya tentulah pesantren orang tua kami ini tidak bisa bertahan 34 tahun lamanya di kampung kami ini. 


Pengelola pesantren tidak mau mendengar masukan dari pihak ahli waris selaku pemilik tunggal tanah pesantren tersebut. 


"Kami memberi opsi agar mereka mau mengikuti arahan kami, pertama, karena itu adalah tanah orang tua kami yang sah, dan sudah ada sertifikat tanah nya atas nama yayasan kami."



"Kedua, karena nama ahli waris dan pengurus lama telah dihilangkan dari struktur pengurus pondok pesantren. Sehingga kami membuat Yayasan sendiri agar pengurus yang sudah ada sejak dulu resmi berbadan hukum dan sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM." 



"Awalnya pun yayasan kami dibentuk melalui musyarawarah dengan pihak mereka dan dihadiri pemerintah setempat serta tokoh-tokoh masyarakat, namun setelah yayasan kami terbentuk mereka menolak untuk digunakan dan tetap mempertahankan yayasan mereka yang tetap digunakan. Dari sinilah konflik semakin meruncing, ditambah laporan-laporan mereka ke kami atas tindakan-tindakan kami dalam memperjuangkan hak dipandang sebagai tindakan pidana dan mengganggu mereka menjalankan aktivitas di atas lahan kami tanpa izin lagi. Anak-anak santri dan sekolah pun dijadikan alasan untuk tetap menjalankan aktivitas di atas lahan kami, kami pun berulang kali mengimbau dan menyampaikan bahwa tolong agar anak-anak sekolah dan santri ini diamankan agar mereka tidak terkena dampak konflik, bahkan kami bersedia menampung dan bertanggung jawab atas kelanjutan pendidikan mereka namun mereka tetap bersikeras mempertahankan anak2 ini berada di lokasi konflik. 


Pesan (wasiat) Almarhum kakek kami yang kami jalankan, bahwa pesantren ini dibangun diatas tanahnya waktu itu (1989) agar anak cucunya kelak bisa melanjutkan cita-cita kakeknya yakni memiliki pesantren sendiri yang dikelola para ahli waris karena kerjasama dengan Pesantren dari Maros ini hanya sebatas dalam bidang pendidikan dalam bentuk bantuan tenaga pengajar, karena waktu itu belum ada Ustadz (guru) pendidik agama Islam di kampungnya, sehingga kakek kami mengirim anak-anaknya menimba ilmu di Darul Istiqamah Maros sambil mendirikan pesantren tersebut di kampungnya di Cilallang dengan membawa Ustads dari Maros," ungkap Kiki.


"Niat baik kakek kami ini dalam perkembangannya ternyata "digunting" di tengah jalan. Para Pengasuh Pondok DI itu ingin menguasai sendiri lahan dan kepengurusan di yayasan. Itulah mengapa kami akhirnya memutuskan untuk membuat yayasan sendiri, karena sampai hari ini, lahan pesantren itu adalah tanah milik sah para ahli waris Alm. Muh Hasta, belum ada pelepasan hak dari kakek kami kepada pengurus yayasan dari Maros itu. Dan jika mereka mengklaim bahwa sudah ada pelepasan hak (wakaf) pasti mereka sudah mengurus surat sertifikat di Badan Pertanahan. Yang mereka pegang hanya surat keterangan yang alas hukumnya lemah karena surat keterangan tersebut dibuat hanya bersifat "formalitas" waktu itu karena ada bantuan dari Pemerintah yang membutuhkan surat keterangan. Saksinya waktu itu adalah anak dari kakek kami (paman, red) yang masih hidup serta Almarhum paman kami serta ibu saya sendiri (Masani) selaku anak ke-6 dari Alm. kakek kami," pungkas Kiki Reski.
KET. FOTO: Ponpes kini dipasangi garis polisi. [foto: ist]


Kronologi Berdirinya Pesantren Darul Istiqamah di Desa Cilallang (Wara) Luwu

(Seperti Dituturkan Kiki Reski, cucu dari Muh. Hasta pemilik lahan pondok pesantren kepada Portal News)


Pada tahun 1989, Muhammad Hasta, seorang petani yang memiliki lahan seluas 2.713 meter persegi di Desa Cilallang yang kini telah berubah menjadi Desa Wara Kecamatan Kamanre Kabupaten Luwu memiliki mimpi besar.


Ia ingin diatas lahannya itu berdiri pondok pesantren Islam yang megah sebagai bukti kecintaan kepada agama Islam yang dianutnya. 


Hanya saja, untuk mewujudkan mimpinya itu, Hasta memerlukan guru atau ustadz yang bisa mengajar di pondok pesantren yang akan dibangunnya itu. 


Berhubung di desanya belum ada ustadz saat itu, maka dikirimkannya anak-anaknya, pada tahun 1980-an, ke Pondok Pesantren Darul Istiqamah yang berada di Maccopa Kabupaten Maros Sulawesi Selatan untuk belajar dan menimba ilmu agama Islam di tempat itu.


Saat berkunjung di Maros untuk menengok anaknya yang sedang belajar disana, bertemulah Muh. Hasta dengan salah satu Pengurus sekaligus pemilik Pesantren Darul Istiqamah yakni bapak Kyai Marzuki Ali yang kini sudah Almarhum.  


"Waktu itu Alm. Muh Hasta, kakek saya itu bercerita jika dia juga berminat untuk membuat sekolah Islam di kampungnya di Cilallang. Saat bertemu Kyai Marzuki bak gayung bersambut, ajakan itu diterima dan mereka pun menjalin kerjasama."


"Awalnya Pak Kyai itu bertanya adakah lahanmu di kampung?," cerita Kiki Reski, cucu Alm. Muh Hasta.


"Ada jawab kakek saya waktu itu." 


"Oh iya, nonno no riawa, katanya dalam bahasa Bugis saat itu. Yang artinya turun miki ke bawah (ke kampung ta di Luwu), bangun miki sekolah pesantren, saya pi yang siapkan tenaga pengajarnya (guru)," lanjut Kiki menirukan ucapan Kyai Marzuki yang pernah disampaikan kakeknya semasa hidupnya.


Setelah itu, kakeknya, kemudian mendirikan rumah pondok, yang akan ditempati oleh ustadz atau guru yang akan datang mengajar. 


Sambil berjalan, pada tahun 1989, Hasta juga mendirikan 3 petak ruangan semi permanen untuk dijadikan ruang kelas yang akan dipakai para Santri untuk proses belajar-mengajar. 


"Kakek kami juga membentuk Pengurus Pondok tersebut dimana kakek kami sendiri yang bertindak sebagai ketuanya dan dibantu juga oleh anggota keluarga kami dan warga setempat." 


Akhirnya terbentuklah pondok pesantren di Desa Cilallang yang waktu itu masih meminjam nama yayasan Darul Istiqamah karena untuk aspek legalitas saat itu, dimana diketahui, untuk mengurus yayasan pendidikan dan mendaftarkannya di Kementerian Agama urusannya agak ribet dan prosesnya yang panjang dan lama, serta ditambah minimnya pengalaman keluarga kami yang memang masih terbilang baru dalam hal lembaga pendidikan Islam.


Alhamdulillah, kegiatan pondok berjalan 10 tahun, pada saat itu, semua kebutuhan para ustadz untuk mengajar dipenuhi, termasuk dengan menyediakan 1 petak sawah yang dipakai guru pengajar untuk mencukupi kebutuhan hidup Ustadz yang didatangkan ini. Semua itu disediakan oleh Muh Hasta, yang kemudian meninggal dunia pada tahun 1998 saat menunaikan ibadah di Tanah Suci, Mekkah. 


Kemudian setelah itu, kepengurusan Pondok Pesantren diserahkan kepada Andi Nurdin, paman kami yang merupakan ponakan dari kakek kami. Paman kami itu, yang melanjutkan perjuangan kakek kami sampai tahun 2011 dengan dibantu oleh om kami Pak Sukiman Hasta. 


"Setelah 2011, ketua Pengurus kemudian diserahkan kepada bapak saya (Usman Jafar), bersama om saya juga, Sukiman Hasta yang ikut membantu mengelola Pondok saat itu." 


Tahun 2015, Sukiman Hasta wafat. Setelah om kami wafat, mulai terasa ada perubahan, peran kami mulai tidak ada atau dihilangkan di Pondok tersebut. Berulangkali kami menanyakan di Departemen Agama, tapi seolah-olah ditutup-tutupi. Kami menanyakan siapa pengurus pondok yang sekarang aktif itu siapa-siapa saja orangnya, sejak kapan berganti dan siapa yang mengangkatnya. 


Tahun 2015 kami sudah berupaya melakukan mediasi. Kami mulai dari tingkat desa, kecamatan, sampai kabupaten. Hingga 2016, melalui musyawarah itu juga, setelah kami mediasi dengan pihak pesantren DI di Maros, kami membentuk Yayasan Darul Hasta Istiqamah. 


Sejak 2016, karena sebelumnya kami belum memiliki Badan Hukum, akhirnya lembaga kami resmi memiliki badan hukum.      


Sejak saat itu mulai muncul konflik, pihak Darul Istiqomah tidak menerima baik dengan adanya yayasan kami yang baru tersebut. Dengan alasan, bahwa lembaga pesantren yang ada disana itu (Cilallang) sudah dinaungi oleh yayasan mereka. Lalu tanah tempat Pondok Pesantren itu berdiri juga diklaim sebagai hak milik mereka. Dengan alasan bahwa lahan itu sudah diserahkan orangtua kami kepada mereka. 



Jika betul demikian, kami pada waktu itu meminta, agar mereka menunjukkan satu lembar surat yang menjadi bukti otentik, bahwa orangtua atau kakek kami sudah menyerahkan tanah dan pengelolaan kepengurusan Pondok itu kepada mereka (Darul Istiqomah).



Kami keberatan karena mereka sampai hari ini mereka tidak bisa membuktikan jika aset berupa tanah sudah diserahkan ke pihak mereka. Begitupula dengan Pengurus Pondok pesantren. Karena kami hari ini sudah memiliki Yayasan sendiri. Bahkan tanah diatas pondok pesantren kami itu sudah ada sertifikatnya. Sertifikatnya terbit di tahun 2020, begitupun dengan pajak-pajaknya, pajak bumi bangunan (PBB) kami yang selalu bayar selama 5 tahun terakhir.  


Dan kalau memang mereka merasa berhak memiliki tanah itu, pasti mereka sudah lama mengurus sertifikat tanahnya. 


Sejak itu kami berkonflik terus. Saat itu kami sudah beri ultimatum. Jika tidak bisa menunjukkan bukti, kami anggap kerjasama dengan pihak mereka sudah berakhir. 


Kepada anak-anak santri, yang jumlahnya sekitar 60-an sudah kami imbau sejak 2020 agar mengirimkan surat kepada Orangtua bahwa hendaknya diamankan dulu anak-anaknya. Kami bersedia bertanggungjawab mengambil alih pendidikan anak-anak Santri ini agar mereka tidak terkena dampak konflik yang berkepanjangan. 


Dan akhirnya karena tidak selesai juga, pada hari Senin 11 Desember 2023, mereka mendatangkan tamu-tamu dari Maros sebanyak 2 mobil, kondisi lokasi sudah dipagar keliling, dan mereka membongkar paksa pagar kami, dan (tindakan) itu tidak kami terima, sehingga terjadilah keributan pada saat itu. 


Di tanggal 13 terjadi lagi keributan, antara om saya dengan anak dari salah satu pengelola pondok saat ini. Terjadi perkelahian dimana om saya juga ada luka, waktu itu saya bawa visum juga, dan melaporkan ke kantor polisi. Dan terjadilah aksi insiden pada malam tanggal 13 Desember 2023 yang viral itu.  


BERSAMBUNG


(Red) 

Silahkan Komentar Anda

Tampilkan


Portal Update


X
X
×
BERITA UTAMA NEWS
-->