PORTAL NEWS -- Keluarga MR yang menjadi salah satu korban dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di Ponrang, Kabupaten Luwu. merasa kecewa dengan pelayanan di RSUD Batara Guru.
Mereka mengeluhkan kinerja pelayanan medis di rumah sakit plat merah tersebut.
Ceritanya bermula saat MR (13) pasien lakalantas yang dirawat selama 2 hari akhirnya meninggal dunia di rumah sakit yang terletak di kawasan Lebani Belopa Utara Kab. Luwu itu.
Buruknya layanan rumah sakit diungkap keluarga korban, Minggu 15 Oktober 2023.
Menurut keluarga korban yang namanya enggan dipublikasi mengatakan, pelayanan medis yang diberikan kepada MR sangat minim, meskipun korban telah berada di rumah sakit selama satu hari satu malam.
“Bayangkan. Kami sudah di rumah sakit selama satu hari satu malam, tetapi kami tidak melihat tindakan medis yang memadai."
"Malam sebelumnya, kami dijanjikan bahwa seorang dokter akan memeriksa MR keesokan harinya, tetapi kami terkejut karena tidak tersedia alat pemindai (scan) untuk memeriksa kondisinya,” ungkap salah satu anggota keluarga korban, sebut saja Mister X (nama samaran).
Keluarga korban mencoba untuk memohon agar MR dirujuk ke rumah sakit lain karena kondisinya terus memburuk. Mereka merasa bahwa keberadaan mereka di RSUD Batara Guru menjadi sia-sia tanpa kehadiran seorang dokter.
“Namun, pihak rumah sakit tetap bersikeras untuk menunggu kedatangan seorang dokter, yang sayangnya tidak pernah datang. Bahkan setelah berjam-jam, kami terus memohon agar MR dirujuk ke rumah sakit lain,” tambahnya.
Bukan hanya itu, keluarga korban juga mengecam Direktur RSUD Batara Guru karena menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Hal itu terjadi setelah salah satu keluarga korban menghubungi Direktur RS tersebut lewat saluran telepon, dalam rangka mempertanyakan kondisi korban yang belum di rujuk.
“Waktu saya menghubungi direktur untuk mempertanyakan mengapa korban tidak dirujuk, penjelasan yang diberikan sangat sulit untuk diterima. Bahkan, dalam percakapan terakhir, direktur menggunakan kata-kata yang sangat tidak pantas sebelum saya mengakhiri panggilan telepon, ‘Ah, Tai l*so te’ saya pun mempertanyakan maksudnya apa,” ungkap anggota keluarga korban sambil menirukan pernyataan Direktur RS.
Pernyataan Keluarga Pasien Dibantah Direktur RSUD Batara Guru
Sementara itu, Direktur RSUD Batara Guru, dr Daud mengungkapkan jika pihaknya telah melakukan upaya penanganan terhadap pasien.
“Pertama kami tentu mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalam atas meninggalnya almarhum”. ucap Daud via telepon, Minggu, (15/10).
“Sebenarnya ini mis komunikasi saja, karena untuk merujuk pasien itu ada prosedur tertentu menggunakan sistem, saat keluarga almarhum meminta untuk di rujuk, kami sudah upayakan tapi tidak ada RS di palopo yang bersedia untuk menerima pasien, karena kebetulan dokter bedah saraf yang ada di Palopo saat itu sedang di Makassar,” jelasnya.
Daud menegaskan, pihaknya belum merujuk pasien karena belum ada persetujuan dari RS di Palopo.
“Takutnya, kalau dipaksakan untuk dirujuk dan almarhum saat itu kenapa-kenapa, pasti kami juga yang disalahkan,” tambahnya.
Pihaknya juga mengatakan bahwa mereka sudah berupaya melakukan yang terbaik untuk almarhum.
“Pada prinsipnya kami sudah melakukan segala upaya terbaik untuk pasien dengan prosedur yang ada,” bebernya.
Mengenai informasi tentang perkataan yang tidak sepantasnya diucapkan, ia mengatakan bahwa hal itu tidak benar.
“Masi banyakji dinda rekaman-rekaman telepon yang masuk ke saya, tapi sudahlah tidak baik hal begini mau diributkan,” pungkas dia.
Direksi RS ST Madyang Bantah Keluhan Pasien
Sementara itu lain lagi yang terjadi di RSU ST. Madyang Palopo, dalam sebuah pernyataan resmi, membantah adanya kesalahan dalam penanganan pasien rawat inap terkait keluhan pasien. Pihak rumah sakit menegaskan bahwa seluruh proses penanganan pasien telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
Dalam keterangannya, Dr. Bidasari, selaku Kepala Pelayanan Rumah Sakit, menyampaikan bahwa masalah yang muncul terkait dengan keluhan pasien adalah hasil dari miskomunikasi antara pasien dan perawat. Dia menjelaskan bahwa pasien awalnya datang dengan keluhan diare, dan setelah empat hari perawatan, pasien melaporkan perasaan yang lebih baik.
“Awalnya, pasien datang dengan keluhan diare, dan dokter telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan SOP pelayanan medis. Setelah empat hari, pasien merasa lebih baik, dan dokter yang menangani memberitahu pasien bahwa dia bisa istirahat di rumah,” ungkap Dr. Bidasari. (21/10/23).
Ia juga mengatakan bahwa miskomunikasi semacam ini adalah hal yang wajar terjadi, terutama ketika ada ketidaksesuaian dalam penyampaian keluhan pasien kepada perawat. Pihaknya juga sementara berkomunikasi dengan keluarga Pasien dan pihak BPJS.
“ini hanyalah miskomunikasi antara pasien dan perawat. Kesalahan terjadi karena pasien merasa sudah baikan saat ditanya, Tapi InsyaAllah sementara ini kita komunikasi dengan pihak pasien untuk BPJS kita juga sudah jelaskan.” tambahnya.
Saat dikonfirmasi dokter dr Risna Rajab yang menangani pasien, pihaknya juga menegaskan bahwa penanganan medis sudah sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
“Keluhan pasien tentang mengapa tidak dilakukan USG tidak selalu diperlukan untuk setiap pasien dengan keluhan diare dan nyeri perut. Kami telah melakukan observasi dan terapi sesuai dengan keluhan yang diajukan,” jelas dokter yang menangani.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa ketika pasien ditanya lagi tentang kondisinya setelah dirawat selama empat malam, pasien menyatakan merasa sudah agak baik, dan oleh karena itu, pihaknya menyarankan agar pasien melanjutkan perawatan di rumah.
“Saat kami bertanya lagi tentang kondisinya setelah empat malam perawatan, pasien mengatakan merasa sudah baikan, jadi kami menyarankan agar pasien melanjutkan perawatan di rumah,” tambahnya. (Red)