[PORTAL NEWS] -- Sidang pengaduan Bawaslu dengan teradu para anggota KPU Senin (4/9) digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Bawaslu RI meminta DKPP menjatuhkan sanksi ke Ketua dan anggota KPU RI buntut pembatasan akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon). Bawaslu meminta DKPP mengabulkan seluruh permohonanya.
"Menjatuhkan sanksi sementara terhadap Hasyim Asy'ari sebagai ketua merangkap anggota KPU RI, teradu 2 M Afifuddin sebagai anggota KPU RI, teradu 3 Betty Epsilon Idroos sebagai anggota KPU RI, Parsadaan Harahap sebagai KPU RI, Yulianto Sudrajat sebagai anggota KPU RI, Idham Holik sebagai anggota KPU RI, August Mellaz sebagai anggota KPU RI. Sesuai ketentuan perundangan terhitung sejak putusan dibacakan, apabila DKPP memiliki putusan lain mohon putusan seadil-adilnya," ucap Bagja.
Persidangan itu merupakan buntut kebijakan KPU yang tidak memberikan akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) bacaleg kepada Bawaslu. Pembatasan Silon itu dinilai menyulitkan kerja pengawasan dalam tahapan pencalegan. Karena itu, Bawaslu mengadukan ke DKPP.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan, tindakan KPU tersebut telah melanggar kode etik. Karena itu, pihaknya berharap DKPP menjatuhkan sanksi. Yakni, sanksi berupa pemberhentian sementara.
Selain tidak memberikan akses, Bagja menyebutkan, KPU melakukan pembatasan akses pengawasan melekat. Dalam verifikasi administrasi, KPU menerapkan pembatasan personel dan durasi waktu pengawasan.
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengungkapkan, secara kelembagaan Bawaslu sudah meminta akses Silon tersebut jauh-jauh hari. Sejak 30 April 2023, pihaknya melayangkan surat hingga empat kali. Namun, KPU tidak merespons dengan baik.
”Tidak ada iktikad baik dari para teradu (anggota KPU, Red) untuk memberikan akses data dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh,” katanya di kantor DKPP.
Lolly menyatakan, dalam proses selanjutnya, KPU memang memberikan akses. Namun, hanya pada satu halaman depan/beranda. Adapun fitur data partai politik, data calon, dan penerimaan pada Silon yang digunakan dalam pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak diberikan.
Dengan terbatasnya akses data dan dokumen dalam Silon, lanjut Lolly, Bawaslu tidak dapat memastikan kelengkapan, kebenaran, serta kegandaan pencalonan bacaleg dalam verifikasi administrasi.
Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik menilai tuntutan Bawaslu tersebut tidak beralasan. Dia justru mempertanyakan sikap Bawaslu yang melaporkan KPU ke DKPP.
Idham mengatakan, saat Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 terkait pencalonan disusun, Bawaslu juga hadir. Selama prosesnya, tidak ada keberatan dari Bawaslu tentang Silon. Nah, KPU menjalankan aturan itu, tapi Bawaslu justru mengadukannya ke DKPP.
”Apabila peraturan di bawah undang-undang itu diduga melanggar, bisa dilakukan judicial review. Malah kami dilaporkan ke DKPP,” ujarnya.
Idham menilai laporan Bawaslu tidak relevan. Dia menegaskan, tidak ada asas etik dan profesionalisme yang dilanggar KPU. ”Jadi, saya secara pribadi juga menilai laporan tersebut cukup aneh,” imbuhnya.
Dia juga mengklaim bahwa pihaknya telah memberikan akses Silon kepada Bawaslu. Dengan catatan, Bawaslu mendapati temuan yang perlu diklarifikasi ke Silon. ”Tapi, ternyata sampai hari ini (kemarin, Red) tidak ada temuan dari Bawaslu,” ungkapnya.
Selain mendengarkan laporan Bawaslu sebagai pengadu dan para anggota KPU sebagai teradu, kemarin DKPP meminta keterangan sejumlah saksi dan ahli. Rencananya, sidang tersebut dilanjutkan pada Rabu (13/9) depan. (Red)