Luwu, Portal News - Aliansi Mahasiswa Rakyat Basse Sangtempe (Amara Basse Sangtempe) mendatangi Kantor Bupati Luwu menuntut kejelasaan terkait adanya persoalan pembangunan yang mengancam kehidupan mereka, serta perekonomian masyarakat.
Usai melakukan orasi didepan kantor Bupati Luwu, masa aksi langsung
menerobos kedalam Kantor Bupati Luwu untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada
orang nomor satu dan nomor dua di kabupaten Luwu ini yang engan bertemu untuk
mendengarkan aspirasi mereka.
Bahkan masa aksi sempat saling dorong dengan aparat
kepolisian maupun Satpol PP, karena dihalang untuk meminta kejelasan atas bencana
tanah longsor akibat pembangunan yang mengancam keselamatan masyarakat Basse
Sangtempe.
Tak hanya itu, kepimpinan Bupati Luwu, Basmin Mattayang dan
Wakil Bupati Luwu Syukur Bijak juga pun di cibir akan janji-janji manis
politiknya saat ingin meraup suara di wilayah mereka yang akan memperdulikan
dan memperioritaskan masyarakat Basse Sangtempe.
Namun janji tinggalah janji yang hingga kini tergiang dalam
kepimpinannya, mulai dari sektor pelayanan kesehatan, penyaluran listrik dan fasilitas
pendidikan yang lebih baik. Kamis (11/11/2021) sekitar pukul 07:00 (WITA).
Pasalnya, pembangunan yang menghubungkan antar Kabupaten dan
Kota (Bua Bastem, Palopo dan Toraja) di Sulawesi Selatan itu, yang dilaksanakan
oleh pihak Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2019-2021 di Kecamatan Basse
Sangtempe, Kabupaten Luwu, dalam hal ini pihak rekanan dari PT Makassar Indah
dinilai telah menyalahi ketentuan Undang-undang, dan mengancam keselamatan
masyarakat yang tengah melakukan keberlangsungan hidup di tengah-tengah masa
pandemi Covid-19 .
Mereka menilai dalam pelaksanan proyek pembangunan tersebut,
yang di kerja pihak rekanan dari Provinsi Sulawesi Selatan dikerja asal-asalan.
Dan ada keganjilan kualitas kerja yang mengakibatkan seringnya terjadi tanah
longsor.
Selain perencanaan pembangunan yang tidak mengacu pada
kualitas, dan pedoman umum pelaksanaan dalam bentuk prosedural administrasi
juga dinilai telah melanggar ketentuan undang-undang. Sebagaimana diuraikan
dalam aksi tersebut, seperti tidak melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategi
(KLHS) dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
Hal itu juga termaktub dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Jasa Kontruksi, Kajian Lingkungan Hidup Strategis pasal 15, hingga
19, dan Penerbitan Izin Lingkungan pasal 1 angka 35, dan pasal 36 Undang-undang
nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dimana dalam aksi itu, mereka menuntut Pemerintah Kabupaten
Luwu yang dipimpin Bupati Luwu Basmin Mattayang dan Syukur Bijak untuk segera
menyelesaikan persoalannya bencana yang ada di wilayah mereka.
Dalam kesempatan itu, Rahmat P dalam orasinya selaku jenral
lapangan menyampaikan bahwa.
"PT Makassar Indah Graha yang diduga merusak dan
mencemarkan lingkungan, dimana material tanah pengerokan Jalan Poros
Latuppa-Basse Sangtempe Utara, dan Toraja dibuang dalam DAS Latuppa, sehingga
air sungai menjadi keruh ketika hujan deras," Tegasnya
Lanjut Jenlap "Padahal sungai tersebut merupakan sumber
air bersih yang dikonsumsi warga Kota Palopo, dan menjadi tujuan wisatawan
lokal untuk menikmati hari libur. Akibat tidak adanya pengawasan dan ketegasan
Pemerintah Daerah, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi dan Gubernur Sulawesi Selatan
terkait masalah pembangunan yang ada dibastem Bastem - Palopo Rawan Banjir dan
Lonsor. Bukankah sudah menjadi kewajiban kita semua orang untuk menjaga
kelestarian, serta mengendalikan pencemaran, dan atau kerusakan lingkungan
hidup," Tutupnya
Terpisah, hal itu juga di ungkap Wakil Jendral Lapangan
(Wajenlap) Muh. Agri mengatakan bahwa menjadi pertanyaan besar kami, apakah
pembangunan jalan ke Basse Sangtempe memang sudah dari awal perencanaan ataukah
pihak pelaksana yang memang hanya mencari keuntungan. Hanya pelaksana proyek
dan pemerintah daerah yang bisa menjawab itu.
"Itu diatur dalam pasal 104 UU Nomor 32 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi "Setiap orang
yang melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun, dan denda paling banyak Rp. 3 Milliar". Paparnya
Lebih lanjut Wajenlap menambahkan "Kemudian Pidana
Lingkungan untuk perusahaan seperti jika pencemaran lingkungan tersebut,
terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan, misalnya membuang limbah
yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku
mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal
tersebut mengakibatkan orang mati. Maka diancam pidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 tahun, dan paling lama 15 tahun, dan denda paling sedikit Rp.5
Milliar, dan paling banyak Rp.15 Milliar," Tutupnya.
Sekedar diketahui, tuntutan ini merupakan aksi yang kedua
kalinya dilakukan Aliansi Mahasiswa Rakyat Basse Sangtempe (Amara Basse
Sangtempe). Baik di Kantor Bupati maupun Kantor DPRD Luwu. Dan meminta kepada
penegak hukum, dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan
penyelidikan terkait pembangunan tersebut.
Aksi tuntutan juga dilakukan di kantor DPRD Luwu yang dinilai
seolah-olah menutup mata, sebagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki
peran pengawasan untuk kepentingan rakyat diatas hukum negara. Namun pada
hakikatnya malah merugikan masyarakat, karena peran pengawasan dinilai mati
suri. (ZB)
Dapatkan Informasi Lainnya di Tabloid Portal News - Media Investigasi Pembaharuan Nasional
UNTUK PENGADUAN & BERLANGGANAN HUBG :
Facebook : Portal News atau Whatsapp Portal Center