Palopo, Portal News - Terdakwa kasus dugaan pemalsuan surat kematian orang tuanya, Allung Padang merasa terzalimi atas proses hukum yang menjerat dirinya.
Tuduhan pemalsuan surat kematian yang dialamatkan pada
dirinya dinilai tidak mendasar, yang malah menjerat dirinya hingga proses
penuntutan di persidangan.
Pada 7 Oktober 2021 lalu, Allung dituntut 2,6 tahun penjara
oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri
Palopo bersama terdakwa lainnya. Yakni Pina Tukaran, yang tak lain adalah
mantan Lurah Lagaligo, Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan.
"Sejak awal kasus yang menimpa saya ini janggal adanya.
Di mana, surat kematian yang dituduhkan palsu namun menurut mantan lurah yang
sekarang jadi terdakwa itu sah," katanya kepada wartawan, Senin
(18/10/2021).
Di persidangan, kata Allung, dakwaan awal dari jaksa malahan
menyebutkan surat kematian itu sah. "Tapi, di materi tuntutan eh
dinyatakan palsu untuk menjerat saya dengan tuntutan 2,6 tahun penjara,"
ungkapnya.
Untuk itu, kata Allung, dirinya akan tetap bersikukuh melawan
ketidakadilan. Soalnya, surat kematian yang disebut palsu itu juga dituduhkan
sebagai alat bagi Allung menggugat proses perdata atas lahan yang terletak di
Jl Durian.
Setidaknya ada empat surat kematian yang terbit setelah
ibunya Hj Jahra meninggal dunia.
Dia mengakui dirinya sempat mengurus akte kematian ke Dusdukcapil,
Kota Palopo untuk menindaklanjuti terbitnya surat kematian dari kelurahan yang
diurus oleh M Ridwan, menantu dari sepupu Hj Jahra bernama Hj Aminah.
Surat itu lalu diberikan kepada Allung Padang untuk
ditindaklanjuti ke Disdukcapil, agar diterbitkan akta kematian. Dengan harapan,
dapat digunakan untuk keperluan gugatan.
"Tapi ternyata surat kematian atau akta itu tidak dapat
digunakan untuk gugatan. Lalu, untuk apa lagi surat kematian yang terbit kedua,
ketiga, dan keempat," jelasnya.
Apalagi, proses gugatan memang sudah sementara berjalan saat
ibunya Hj Jahra meninggal dunia.
Setidaknya ada empat kali surat kematian atas Almarhumah Hj
Jahra, Ibu Allung. Dan surat kedua, ketiga, dan keempat sama sekali tidak
diketahui oleh Allung.
"Ini kan aneh, kenapa tiba-tiba muncul surat kematian
kedua sampai keempat yang dituduhkan bahwa saya yang membuat atau mengurus
surat itu. Ada apa? imbuhnya.
Menurut Allung, surat kematian itu tidak ada kaitannya dengan
gugatan perdata terdahulu. Toh, lanjut dia, terbukti pihaknya menang kasasi di
MA.
Dia juga heran karena tiba-tiba pihak Pemkot Palopo melalui
Kabid Aset melaporkan dirinya dengan tuduhan memalsukan surat kematian.
Yang mengherankan lagi, karena selain tuduhan pemalsuan surat
kematian dirinya juga difitnah menggunakan surat kematian itu untuk keperluan
gugatan perdata yang dimenangkannya di MA.
"Semua kezaliman akan kalah dengan kebenaran. Dan pasti
akan terungkap. Saya sampai detik ini bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dalam
proses hukum yang terkesan dipaksakan ini terhadap saya," jelasnya.
"Surat kematian ini produk lurah, kok yang keberatan
kepala bidang aset. Katanya mendapat surat kuasa dari Wali Kota, tapi dia tidak
mampu perlihatkan surat kuasa itu di persidangan," tambah Allung.
Karena itu, Allung berharap agar Kejagung dan Kapolri
terketuk hatinya melihat kinerja jajarannya yang terkesan memaksakan proses
hukum ini.
"Saya juga memohon keadilan Bapak Presiden, Bapak
Kapolri, dan Bapak Jaksa Agung atas apa yang saya alami saat ini. Saya yakin
bahwa keadilan di negeri yang tercinta pasti masih ada. Hanya mungkin masih
tersembunyi bagi saya keadilan itu," kata Allung dengan wajah sedih.
Allung merupakan ahli waris dari orangtua angkatnya Hj Jahra,
pemilik lahan yang memenangkan kasus perdata terhadap Pemerintah Kota (Pemkot)
Palopo yang terletak di Jl Durian, Kota Palopo.
Sebelumnya, Pemkot Palopo membangun pertokoan di atas lahan
milik Hj Jahra. Setidaknya ada ratusan
ruko yang dibangun Pemerintah Kota Palopo, namun kalah oleh gugatan Hj
Jahra pemilik sekitar 60 ruko di antaranya.
Namun, dalam prosesnya, Hj Jahra meninggal dunia dan Allung
dipercaya sebagai ahli waris dan memenangkan gugatan perdata tersebut melalui
putusan Mahkamah Agung.
Setelah dinyatakan menang kasasi oleh Mahmakah Agung, Allung
sempat kecewa karena Pengadilan Negeri Palopo tidak segera melakukan eksekusi
atas lahan tersebut dengan alasan adanya pihak ketiga atas lahan sengketa itu.
Allung lalu menguasai lahan itu berdasarkan putusan MA yang
sudah inkrah untuk disewakan kepada sejumlah user.
Setidaknya ada sekitar 60 ruko yang masuk dalam objek sengketa, yang dimenangkan pihak Allung sebagai ahli waris Hj Jahra. Kebanyakan ruko tersebut adalah pedagang emas. (*)