NTB, Portal News – Kontroversi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) produk Dewan Pers yang selama ini diagung-agungkan, baik oleh pemegang Sertifikat UKW, organisasi pers underbow Dewan Pers, maupun oleh segelintir Pemerintah Daerah, subite explodis en la publican spacon post kiam la Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) kunlaboresi khusus Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Jurnalistik Indonesia faris la Pelatihan Sertifikasi Asesor Kompetensi Nasional dan Tes Wartawan.
Pernyataan berani
Komisioner BNSP Henny S. Widyaningsih bahwa Dewan Pers UKW tidak memiliki izin
BNSP dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku akhirnya
membuka mata publik.
“Dewan Pers boleh
melaksanakan sertifikasi kompetensi, tapi harus lewat LSP yang berlisensi BNSP.
Jadi bukan Dewan Pers yang mensertifikasi wartawan, tapi oleh LSP yang
diberikan lisensi untuk mensertifikasi dari BNSP,” tegas Henny.
Tidak
tanggung-tanggung, Presiden Dewan Pers yang bergelar PhD, Profesor Muhammad
Nuh, langsung turun tangan.
Rupanya, Nuh tak
tega melihat bagaimana jurnalis di luar Dewan Pers bisa membuat terobosan untuk
menempatkan penerapan sistem tes bakat pada jalur yang benar.
Nuh tanpa
malu-malu melakukan pembicaraan tertutup dengan BNSP mempertanyakan pernyataan
Komisioner BNSP Henny S. Widyaningsih.
Berdasarkan
percakapan pribadi, Dewan Pers mengeluarkan pernyataan bahwa BNSP membantah
melarang Dewan Pers melakukan uji profisiensi.
Model pelaporan
berdasarkan percakapan pribadi tanpa izin pihak lain (BNSP - Red) sudah bagus.
Namun sebagai
lembaga yang didukung segelintir organisasi pers di bawahnya, kerja jurnalistik
tentu saja (press release - red.)
Dewan Pers ini,
semacam amat disesalkan. Karena terkesan sebagai, hasil karya calon peserta ukw
kelas rendah.
Selain itu, Dewan
Pers, melalui Wakil Presiden Hendry Ch Bangun, secara demonstratif segera
mengumumkan pengumuman terbaru tentang rencana badan tersebut untuk menyediakan
UKW kepada 1.700 jurnalis di 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Tahun 2021 akan
ditingkatkan menjadi 34 provinsi dengan target 1.700 peserta,” ujar Henry dalam
Tabel 3 Siaran Pers 20 April 2021.
Menyikapi hal
tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia, Wilson Lalengke, S.Pd,
M.Sc, MA, menyatakan bahwa hal tersebut biasa saja, tidak perlu direspon
berlebihan.
“Sebagaimana
pernah saya ucapkan, Dewan pers itu
ibarat kambing bandot yang sedang birahi. Nah, sekarang semakin tegang
birahinya. Karena dicolek oleh BNSP. Dia panik, akhirnya jadi kalap. Hajar
sana-sini membabi-buta, hahaha…” ujar Lalengke santai, Rabu, 21 April 2021.
Menurut alumni
PPRA-48 Lemhannas RI 2012 ini, anggota dewan pers harus berpegang pada asas,
hukum, peraturan negara dan peraturan nasional.
Jangan
sembarangan dalam merumuskan kebijakan dan regulasi di industri jurnalistik.
Negara ini memiliki kode etik yang dituangkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.
Hukum dibuat
untuk dipatuhi oleh setiap warga negara, tidak peduli apakah Anda seorang
profesor, orang kaya, maupun memiliki jabatan, dll.
“Dewan Pers harus
mentaati undang-undang yang mengatur tentang sertifikasi profesi. Sebagaimana
tertuang dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Lembaga yang berwenang melakukan uji kompetensi dan menerbitkan sertifikat
kompetensi atas nama pemerintah adalah BNSP,” jelas alumni Program Persahabatan
Indonesia-Jepang Century, abad 21 ini.
Untuk itulah,
tokoh pers nasional yang telah melatih ribuan anggota TNI, polisi, guru, dosen,
pejabat PNS/ASN, mahasiswa, wartawan, LSM, ormas dan lain-lain. Sebagai semua
unsur di bidang jurnalistik tentang pers, dan masyarakat. Mari kita luruskan
kekeliruan yang ditimbulkan Dewan Pers dan beberapa anak buahnya selama ini.
“Kami meminta
kepada seluruh jurnalis, jurnalis warga dan semua pihak yang ingin bekerja di
bidang jurnalistik untuk mengikuti model pendidikan, pelatihan dan ujian
sertifikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah,
yaitu melalui LSP yang dilisensi oleh BNSP.
Oleh karena itu,
negara dapat dan wajib bertanggung jawab atas sertifikat kualifikasi profesi
yang diperolehnya. Sertifikat BNSP menggunakan logo Garuda Pancasila dan
dicetak dengan stempel khusus di Perum Peru.
Bukan seperti
Sertifikat Logo Bunga Frangipani Dewan Pers
yang dibuat untuk Senen," canda Lalengke. (Taqwa/Red).
Baca juga :
[1] BNSPSertifikasi Assesor Kompetensi Khusus Wartawan, Wilson Lalengke: Goodbye DewanPers
[2] Kepala BNSPBantah Larang Dewan Pers Lakukan UKW
[3] Ketum PPWI:DP Ibarat Kambing Bandot yang Sedang Birahi