Luwu, Portal News – Ketua Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) Tana Luwu, Zainuddin sapaan akrab Ajis Portal memberikan tanggapan keras terhadap kritik yang disampaikan oleh aktivis pembela arus bawah di media onlinenya sejak September 10, 2024 dengan judul "Kritikan Aktivis Pembela Arus Bawah, Soal sederet WTP Pemkab Luwu Sangat Diapresiasi Berbagai Kalangan" yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu secara berturut turut.
Menurutnya, kritik tersebut tidak mendasar karena tidak ada kaitan langsung antara WTP dan angka kemiskinan di Kabupaten Luwu, apalgi sampai menyoal pilihan pemimpin pada Pilkada 2024 di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
"WTP adalah pengakuan terhadap laporan keuangan yang baik, sementara kemiskinan merupakan ranah kebijakan sosial yang dikelola Dinas Sosial. Mengaitkan WTP dengan angka kemiskinan itu adalah kesalahan besar. Ngawur namanya itu, perlu belajar lagi dalam memainkan narasi publik," Tegas Ajis yang dikenal sangat lantang dalam mengkritisi kebijakan publik.
Lanjut, Ketua KRB juga menyoroti bahwa peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten Luwu pada tahun 2020 hingga 2021 disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19, yang membuat masyarakat banyak menerima bantuan sosial. Menurutnya, hal ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi angka kemiskinan saat itu, dan bukan disebabkan oleh kebijakan yang salah dari pemerintah daerah, yang melainkan kepentingan masyarakat itu sendiri.
"Pada tahun 2020 hingga 2021, memang terjadi peningkatan angka kemiskinan karena pandemi COVID-19. Bantuan sosial yang diberikan untuk meringankan beban masyarakat justru ikut mencatat peningkatan angka kemiskinan, tetapi setelahnya, pada 2022 dan 2023, APBD Luwu meningkat drastis dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 1,6 triliun lebih. Itu bukti bahwa ada perbaikan dan kami telah berusaha keras meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)," jelasnya.
Ia juga mengungkapkan perjuangannya dalam meningkatkan PAD Luwu, bahkan sampai nyaris berkonflik dengan beberapa anggota DPRD yang dianggap enggan untuk membayar pajak pendapatan daerah. "Saya sendiri yang menggenjot PAD Luwu, sampai-sampai hampir berkelahi dengan sejumlah anggota DPRD di Rumah Rakyat karena mereka tidak mau bayar pajak pendapatan daerah, dari proyek yang sudah mereka kerjakan" tambahnya.
Ketua KRB menegaskan bahwa seharusnya yang menjadi sorotan adalah instansi terkait dan anggota DPRD periode 2019-2024 atas Fungsi Pengawaannya sebagai keterwakilan rakyat dalam menangani masalah sosial, bukan menyeret isu ini ke ranah politik praktis menjelang Pilkada. "Yang seharusnya disoroti itu adalah instansi terkait, dan fungsi pengawasan Anggota DPRD Luwu periode 2019-2024. Bukan mengaitkannya dengan pilihan pemimpin. Karena dari tiga calon pada Pilkada Luwu semuanya belum menjabat menjadi Bupati atau Wakil Bupati Luwu terpilih" bebernya.
Dengan pernyataannya ini, Zainuddin yang juga menjabat sebagai Sekretaris Partai Buruh Exco Luwu berharap agar kritik yang disampaikan bisa lebih objektif dan berfokus pada solusi untuk mengatasi kemiskinan, bukan menciptakan narasi yang tidak berdasar demi kepentingan politik tertentu.
Lebih jauh Ajis menguraikan dalam kelanjutan penjelasannya, Ketua Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) Tana Luwu ini juga menyoroti pentingnya kebijakan yang lebih fokus dalam penanganan kemiskinan, terutama pada situasi pasca-pandemi. Ia menggarisbawahi bahwa penanganan kemiskinan bukanlah masalah yang bisa diselesaikan secara instan, apalagi jika hanya dijadikan komoditas politik dalam Pilkada.
“Kemiskinan adalah masalah struktural yang membutuhkan kebijakan jangka panjang, bukan bahan untuk memainkan narasi politik. Ketika kita melihat peningkatan APBD Luwu dari tahun 2022 ke 2023, itu adalah hasil kerja keras pemerintah daerah untuk memperbaiki ekonomi lokal setelah pandemi. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, terutama dalam memperkuat sektor-sektor yang paling terdampak oleh pandemi. Baik itu sektor Pertanian, Perikanan, Pendidikan, Kesehatan, dan Class Pekerja dan Program-program sosial, seperti pelatihan kerja, pengembangan UMKM yang harus diprioritaskan kedepan. Jangan hanya fokus pada infrastruktur besar, meski itu juga penting, tapi kita harus ingat bahwa kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama untuk memajukan daerah kedepannya” Ungkapnya.
Ia juga meminta agar masyarakat lebih bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial dan media online, terutama terkait kritik-kritik yang tidak berbasis data dan fakta. Menurutnya, setiap kritik harus dilandasi oleh pengetahuan yang mendalam tentang isu yang diangkat, bukan sekadar untuk menarik perhatian atau menciptakan polemik.
"Saya menghargai kritik sebagai bagian dari demokrasi, tetapi kritik itu harus konstruktif dan berbasis data. Jangan asal mengaitkan predikat WTP dengan angka kemiskinan, apalagi jika motifnya hanya untuk kepentingan Pilkada (Politik) atau proyek-proyek. Kita harus belajar lebih dalam soal kebijakan publik, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, Ia juga mengingatkan pentingnya evaluasi terhadap program-program sosial yang sudah berjalan, memastikan agar program-program tersebut tidak hanya berfokus pada pemberian bantuan sementara, tetapi juga harus memiliki dampak jangka panjang bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat." ujarnya dengan tegas.
Ketua KRB juga mengingatkan bahwa isu kemiskinan di Luwu harus menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah daerah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi kemasyarakatan dan aktivis. "Ini bukan tugas pemerintah saja, kita semua harus terlibat, baik itu masyarakat, LSM, dan pihak-pihak lainnya. Mari kita bekerja bersama untuk menurunkan angka kemiskinan, bukan memanfaatkan isu ini untuk kepentingan sempit," katanya menutup pernyataannya.
Dengan penegasan ini, Ketua KRB berharap agar diskursus publik mengenai kemiskinan di Kabupaten Luwu bisa kembali pada jalurnya, dengan fokus utama pada solusi dan kebijakan yang konkret, bukan sekadar polemik dan permainan politik. Kemudian menekankan pentingnya kebijakan berbasis data dalam setiap perumusan strategi penanggulangan kemiskinan. Ia mengajak pemerintah daerah untuk lebih transparan dalam menyampaikan capaian-capaian dan kendala yang dihadapi terkait angka kemiskinan, agar masyarakat bisa memahami situasi sebenarnya tanpa terjebak pada informasi yang tidak tepat.
“Setiap kebijakan harus berbasis data. Kita tidak bisa hanya mengandalkan asumsi atau spekulasi, apalagi jika hal tersebut menyangkut kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus lebih terbuka dalam menjelaskan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan, sehingga publik tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh, bantuan sosial selama pandemi memang mempengaruhi statistik kemiskinan, tetapi ini adalah dampak dari kebijakan yang memang dirancang untuk melindungi masyarakat pada masa krisis,” ungkapnya.
Ia juga mengajak pihak-pihak yang selama ini bersuara lantang tentang isu kemiskinan untuk berdialog langsung dengan pemerintah daerah. Menurutnya, dialog yang konstruktif adalah jalan terbaik untuk mencari solusi daripada hanya melontarkan kritik di media.
“Kalau memang ada yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah terkait kemiskinan, ayo kita berdialog. Duduk bersama, buka data, dan cari solusi bersama. Jangan hanya bicara di luar tanpa memahami situasi sebenarnya. Saya yakin, dengan dialog yang terbuka dan didasari oleh niat baik, kita bisa menemukan solusi yang lebih baik untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ini bukan tentang siapa yang benar atau siapa yang salah, tapi tentang bagaimana kita bisa bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang nyata. Mari kita tinggalkan perbedaan politik dan fokus pada tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Luwu,” tutupnya dengan optimisme.
Di akhir, ia menegaskan kembali bahwa upaya pengentasan kemiskinan bukanlah sekadar tanggung jawab pemerintah semata, melainkan merupakan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Dengan kebijakan yang tepat, pengawasan yang kuat, dan semangat kebersamaan, Ketua KRB percaya bahwa Kabupaten Luwu akan mampu bangkit dari tantangan sosial-ekonomi dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masalah kemiskinan di Kabupaten Luwu bisa ditangani dengan lebih baik.
"Namun sekarang kita harus mulai berpikir lebih jauh ke depan, bagaimana kita menciptakan program yang memberdayakan masyarakat agar bisa mandiri secara ekonomi. Ini yang harus kita dorong dalam kebijakan-kebijakan ke depan, baik dari tingkat desa hingga kabupaten. Dengan peningkatan anggaran, maka tanggung jawab kita juga semakin besar. Semua harus terlibat dalam mengawasi penggunaannya. Kita tidak bisa menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah. Masyarakat juga harus kritis, tetapi kritis yang membangun, bukan kritis yang hanya mencari kesalahan tanpa memberikan solusi. Harus ada kontrol yang seimbang antara pemerintah dan masyarakat. Jika kita mau bersatu, bekerja keras, dan fokus pada solusi, saya yakin Kabupaten Luwu akan semakin maju. Mari kita wujudkan cita-cita bersama untuk kehidupan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan, dan penuh dengan peluang bagi semua orang,” tutupnya dengan penuh harapan. (Red).