√ Editorial: Pemda di Luwu Raya Masih Anggap Banjir Bencana Biasa, Alokasi Dana Minim, Malah Pasang Karpet Merah untuk Investor Perusak Lingkungan, ya Rugi Dong!- Portal News - Media Investigasi Pembaharuan Nasional

Jelajahi

Copyright © Portal News
Created with by Portal News
PT ZIB Group Templates

Iklan

Hot Widget

iklan-portal-news

Editorial: Pemda di Luwu Raya Masih Anggap Banjir Bencana Biasa, Alokasi Dana Minim, Malah Pasang Karpet Merah untuk Investor Perusak Lingkungan, ya Rugi Dong!

Selasa, 02 April 2024, April 02, 2024 WIB Last Updated 2024-04-17T21:05:36Z

Foto: Banjir menggeruduk 2 kecamatan di Luwu (ft: BNPB)

PORTAL NEWS
-- Banjir memang adalah musibah dari fenomena alam, hujan yang turun deras berjam-jam dan berhari-hari, sehingga daya tampung sungai yang terbatas ditambah penggundulan hutan dan drainase yang minim, membuat air mencari jalannya sendiri, memasuki lahan pertanian dan perkebunan warga, areal perumahan, badan jalan dan sebagainya. 


Namun jika terjadi setiap tahun, sama halnya dengan membiarkan rakyat tetap susah dan menderita. Syukur-syukur jika tidak ada korban jiwa. Astagfirullah. 


Untuk itulah fungsi hadirnya pemerintah, jika ada pemerintah yang lebih peduli pada pembangunan fisik dan mengabaikan upaya pelestarian lingkungan, dan ide-ide menghentikan banjir. Maka sama saja rakyat dibiarkan mencari solusi prbadi masing-masing. 


Setiap banjir datang, rakyat sibuk sendiri, adapun badan penanggulangan bencana daerah, hanya sebatas "pemadam kesedihan rakyat" karena tidak terlalu banyak membantu mengurangi beban kesedihan  rakyat, sebab banjir tetap datang merusak lahan pertanian, tambak ikan, udang maupun rumput laut rakyat, memasuki pemukiman yang mengundang wabah penyankit, dan lain sebagainya - yang tak mampu badan  penanggulangan bencana itu tangkis. 


Adapun Wakil Rakyat, yang notabene dipilih oleh rakyat baik secara murni hati nurani ataupun karena "amplop" berfungsi untuk membantu rakyat berkoordinasi dengan pemerintah mencari solusi atas segala problem yang dialami rakyat kalangan bawah. Karena banjir, menurut catatan redaksi Portal News lebih banyak dialami oleh rakyat miskin daripada Pejabat pemerintah maupun DPRD.


Jika kita perhatikan, dalam setiap ketok palu soal anggaran di Badan Anggaran antara pemerintah daerah dan DPRD setempat, alokasi dana untuk mengatasi masalah banjir bukan cuma minim tapi hanya ampas-ampas anggaran, itupun jika ada. 


Omong besar itu ada saat Musrembang dengan rakyat, tetapi giliran pembahasan anggaran, dana APBD pemerintah daerah di Luwu Raya dan juga di Sulawesi Selatan pada umumnya lebih besar kepada pos belanja pegawai, gaji, upah, serta proyek-proyek fisik yang tidak berkaitan dengan pengelolaan banjir.


Proyek mengatasi banjir misalnya, pengerukan sungai atau normalisasi kali/sungai, pemeliharaan tanggul atau bendungan/waduk, irigasi primer tersier sekunder, pengadaan drainase baru, rehab atau pemeliharaan drainase lama, gorong-gorong dan lain sebagainya, 


Alih-alih mikirin banjir, mereka lebih memikirkan kantong dan ceruk pribadi, dengan memberi kemudahan berinvestasi bagi perusahaan besar meskipun perusahaan yang masuk ke daerahnya bukan perusahaan ramah lingkungan. 


Begal-begal hutan inilah yang kemudian membuat friksi dengan masyarakat lokal. Lahan atau hak ulayat masyarakat "dijual" demi investasi, meskipun dampak kerusakan lingkungan, bukan saja banjir, tapi juga potenssi tanah longsor, dan rusaknya ekologi, sistem lingkungan hidup yang selama ini sehat menjadi tidak sehat- menjadi semakin nyata sebagai bahaya dan ancaman bagi rakyat kalangan bawah di kemudian hari.


Betapa sedih membaca berita, banjir melanda kabupaten Luwu, Palopo dan Luwu Utara, Luwu Timur Sulawesi Selatan dalam sepekan terakhir ini.


Di Luwu, banjir dipicu hujan lebat disertai pasang air laut sehingga menyebabkan banjir pada Jumat, (29/3). 


Banjir setinggi 20 hingga 50 cm merendam wilayah desa Tanarigella, Sakti, Padang Kalua, Barowa, Pabbarasseng, Pammesakang, Karang-Karangan, Toddopuli di kecamatan Bua dan desa Parekaju di kecamatan Ponrang.




Berdasarkan laporan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Luwu, dampak kejadian banjir mengakibatkan 314 Kepala Keluarga terdampak, dan tidak ada korban jiwa akibat peristiwa ini. 


Untuk kerugian materil sebanyak 314 rumah terendam, 2 unit fasilitas Pendidikan terdampak, 1 unit fasilitas kesehatan terdampak, dan kebun jagung dan area perawahan disekitar bantaran Sungai Bua rusak. 


Di desa Parekaju tanggul penahan tebing hanyut sepanjang 21 meter sehingga membuat kerusakan pada badan jalan. 


Penanganan banjir dilakukan tim gabungan melakukan pertolongan dan membantu warga membersihkan sisa-sisa material bawaan banjir berupa lumpur. Kondisi terkini banjir berangsur surut, demikian dikutip Portal News dari laman media sosial BNPB, Selasa 2 April 2024.


Selain Kabupaten Luwu, banjir dan longsor juga melanda Kota Palopo, Sulawesi Selatan. 


Banjir setinggi 60 cm hingga 150 cm merendam wilayah kelurahan Pentojangan, Salubattang di Kecamatan Telluwanua, dan kelurahan Mawa di Kecamatan Sendana, kota Palopo.


Dampak banjir sebanyak 88 rumah terendam. Banjir terjadi setelah curah hujan dengan intensitas tinggi pada Jumat (29/3). Informasi dari Pusdalops BNPB banjir terjadi pukul 22.00 Wita mengakibatkan 88 kepala keluarga terdampak, dilaporkan tidak ada korban jiwa akibat peristiwa ini. BPBD setempat melakukan penanganan banjir dan informasi terkini banjir telah surut.


Sementara itu bencana longsor terjadi di Kota Palopo berlokasi di jalan Poros Latuppa KM 08, Kelurahan Latupa, Kecamatan Mungkajang. Bencana longsor dipicu curah hujan deras pada pukul 01.00 WITA. Tanah longsor menutupi badan jalan sepanjang 20 meter di poros Latuppa KM 08 pada Sabtu (30/3). Tim gabungan segera melakukan perbaikan jalan yang tertutup longsor. Kondisi terkini badan jalan sudah terbuka dan sudah bisa dilalui kendaraan. (Red)

Jangan lupa subscribe dan ikuti Video lainya  di Channel Youtube Portal TV

 

Silahkan Komentar Anda

Tampilkan


Portal Update


X
X
×
BERITA UTAMA NEWS
-->