PORTAL NEWS -- Jabatan dan kekuasaan itu memang lezat, selezat hidangan makan malam saat Presiden Joko Widodo mengundang Surya Paloh santap malam bersama di Istana Merdeka.
Meski keduanya membantah bila pertemuan pada Ahad malam itu (18/02) untuk pertemuan membahas soal politik kekinian apalagi soal mengajak Nasdem bergabung ke kubu Prabowo-Gibran, usai paslon nomor urut 2 itu dinyatakan menang versi quick count.
“Pertemuan itu bisa kita lihat pada perspektif bahwa Pak Jokowi dan Pak Surya itu dalam bagian koalisi Pak Jokowi 2019. Apa yang pernah saya dan Pak Surya sampaikan sebelumnya, bahwa komitmen-komitmen Nasdem akan mengawal pemerintahan sampai 2024,” bantah Ali politisi partai Nasdem Senin (19/02) saat ditanya awak media.
Nah benar kan, Presiden Jokowi sudah mulai panik nih jika DPR kubu Non Pra-Gib mulai berkoalisi untuk menggolkan Hak Angket!??? Waduh-waduh....
Adian Napitupulu PDIP: Hak Angket Solusi Usut Kecurangan Pemilu 2024
Politikus PDIP, Adian Napitupulu mengatakan pengajuan hak angket di DPR RI merupakan solusi untuk mengungkap berbagai kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024.
Menurutnya, rakyat saat ini tidak lagi mempercayai lembaga negara, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pilihannya adalah hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024," kata Adian dalam keterangan tertulis, Rabu (21/2).
Adian menegaskan bahwa sangat terbuka kemungkinan terjadi kecurangan pada pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Berbagai dugaan kecurangan itu, kata dia, telah ditemukan rakyat dan partai politik. Namun, mereka bingung kecurangan itu akan dilaporkan ke lembaga mana.
"Kecurangan itu tidak bisa hanya dilihat di angka-angka. Rakyat bingung. Parpol bingung. Ketemu kecurangan pemilu. Ngadu ke mana? MK ada pamannya. Lalu ke mana? Mau tidak mau pilihannya hak angket," ujarnya.
"Jika KPU, Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 atau Sirekap dan MK sudah tak bisa dipercaya, mau tidak mau rakyat hanya percaya dengan kekuatannya sendiri. Hati-hati loh itu. Hati-hati," imbuh Adian.
Aktivis 1998 itu menegaskan DPR harus bertanggung jawab untuk mengontrol produk undang-undangnya. Selain itu, DPR juga harus bertanggung jawab untuk setiap pengeluaran rupiah yang diteken dalam APBN.
Adian mengatakan rangkaian kecurangan pada Pemilu 2024 tidak hanya berhenti dalam angka-angka. Ia menyebut perhitungan perolehan suara pada Sirekap bisa berubah dalam sehari. Ia mengaku kehilangan 470 suara.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa peluang kecurangan pada Pilpres akan lebih besar dibanding Pileg karena jumlah kertas suara dan tempat pemungutan suara (TPS) lebih banyak.
"Kalau untuk 15 ribu TPS di Bogor bisa terjadi kecurangan. Peluang kecurangan lebih mungkin terjadi pada pilpres dengan 800 ribuan TPS," katanya.
Anggota Komisi VII DPR RI itu pun menyinggung tanggung jawab negara dalam dugaan kecurangan Pemilu 2024. Menurutnya, angka perolehan suara yang dipublikasi KPU melalui Sirekap berubah-ubah dan ada penggelembungan.
Adian mempertanyakan apakah data yang dipublikasi Sirekap, termasuk kabar bohong (hoaks) atau bukan. Jika termasuk hoaks, maka ada sanksi karena menyebarkan kebohongan publik.
"Menurut saya harus ada langkah hukum ketika negara dianggap menyebarkan hoaks, karena data Sirekap itu tersebar kok. Artinya, harus ada langkah politik di parlemen," tegasnya.
Lampu Hijau Megawati Soal Hak Angket, Siap Gaspol?
Sementara itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberi lampu hijau soal hak angket.
Kabar soal hak angket ini disampaikan oleh Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Ganjar menilai, hak angket DPR bisa jadi salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban para penyelenggara pemilu ihwal dugaan pelaksanaan Pilpres 2024 yang sarat dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini meminta partai politik pengusung yang ada di DPR RI yaitu PDIP dan PPP mengusulkan hak angket.
“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar, Senin 19 Februari 2024.
PDIP meminta masyarakat agar secara aktif melaporkan jika menemukan berbagai kecurangan Pemilu 2024.
“Kepada seluruh rakyat Indonesia, mari bersama-sama mewujudkan kedaulatan rakyat dengan terus menjaga dan mengawal semua proses perhitungan suara hingga akhir. Tidak hanya itu, laporkan segala bentuk kecurangan pemilu demi menjaga kedaulatan rakyat,” tulis PDIP.
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud sendiri telah membentuk Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan yang dipimpin oleh Todung Mulya Lubis dan wakil ketua Henry Yosodiningrat, untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Deputi 360 TPN, Syafril Nasution, menyatakan tim akan mempersiapkan perkaranya dengan merinci temuan-temuan yang diduga kecurangan, yang kemungkinan akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
Tim juga mengundang partisipasi seluruh masyarakat yang ingin mengungkapkan kecurangan pada Pilpres 2024, dengan tujuan melindungi demokrasi yang berkedaulatan rakyat.
Sebagai informasi, hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Din Syamsuddin dan 100 Tokoh Dukung Hak Angket Kecurangan Pemilu, Harap Jadi Jalan Makzulkan Jokowi
Sebanyak 100 tokoh yang menolak hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, mendukung usulan hak angket DPR untuk menyelidiki kecurangan yang terjadi.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin yang memimpin pernyataan sikap 100 tokoh tersebut.
"Mendukung usulan berbagai pihak agar DPR-RI menggunakan hak angket (Penyelidikan) terhadap Penyelenggaraan Pemilu/Pilpres 2024 agar proses pengusutan kecurangan bersifat komprehensif, baik hukum maupun politik," kata Din dalam konferensi pers di sebuah hotel, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024), dikutip dari Kompas beberapa saat lalu, pukul 16.50 Wita.
Din berharap, hak angket DPR itu bertujuan menegakkan demokrasi hukum.
Selain itu, 100 tokoh ini juga mengharapkan hak angket berujung pada penghukuman bagi pelaku pelanggaran kecurangan Pilpres.
Salah satu hukuman yang mereka inginkan adalah pemakzulan Presiden Joko Widodo.
"Dari hasil penggunaan hak angket tadi, kami mendukung setiap penegakan konsekuensi hukum atas para pelaku pelanggaran termasuk jika berakibat pada pemakzulan Presiden," ujarnya.
Lebih lanjut, Din mengungkapkan bahwa Pilpres 2024 memang mengalami kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Hal ini, menurutnya ditandai dengan tujuh kecurangan.
"Pertama, adanya daftar pemilih tetap/DPT bermasalah melibatkan sekitar 54 juta pemilih (seperti yang diajukan oleh pihak tertentu ke KPU) yang tidak diselesaikan dengan baik," tutur Din.
Baca juga: Menakar Peluang Terwujudnya Hak Angket yang Diwacanakan terkait Dugaan Kecurangan Pemilu 2024...
Kedua, terjadinya berbagai bentuk intimidasi, tekanan bahkan ancaman terhadap rakyat, dan pengerahan aparat pemerintahan untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Ketiga, 100 tokoh turut menyoroti pemberian bantuan sosial (bansos) menjelang hari pencoblosan, dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Pemberian bansos itu, menurut Din, memang diarahkan kepada pemilih untuk mendukung Prabowo-Gibran.
"Keberpihakan nyata Presiden dan jajarannya guna mendukung partai dan/atau Paslon 02," ujarnya.
"Kelima, pencoblosan dini untuk Paslon 02 di beberapa tempat, di dalam maupun di luar negeri (diberitakan luas di media massa)," tambah dia. (Red)