Badan Usaha Pers
BADAN USAHA PERS
Badan Usaha Pers
1. Pembukaan
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 menentukan perusahaan pers
harus berbadan hukum atau berbentuk badan hukum (Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang
Pers). tanpa menyebutkan jenis badan hukum tertentu, misalnya perseroan
terbatas (PT). Menurut hukum, cq. undang-undang, ada bermacam-macam
(jenis-jenis) badan hukum (PT, Koperasi, Yayasan, BUMN, BUMD, BH. Pendidikan).
Di masa Hindia Belanda (sampai beberapa waktu setelah merdeka masih berlaku)
selain PT (waktu itu disebut NV sebagai singkatan dari Naamloze Vennootschap)
yang diatur dalam KUH Dagang (WvK), ada juga badan hukum lain yang diatur dalam
IBW (Indische Bedrijfswet) dan ICW (Indische Comptabiliteitswet). Badan hukum
menurut IBW, antara lain, seperti jawatan kereta api, perusahaan telegraf dan
telepon, sedangkan badan hukum menurut ICW (undang-undang keuangan negara)
yaitu perusahaan air minum. Dalam ICW pula kita menemukan penegasan bahwa
negara, adalah badan hukum. Di masa Hindia Belanda, ada pula badan hukum khusus
untuk gereja (kerkstaat). Demikian, sekedar mengenali aneka ragam badan hukum
yang ada dan pernah ada di Indonesia. Pada saat inipun ada berbagai
undang-undang yang mengatur badan hukum di tanah air kita. Ada UU PT, UU
Koperasi, UU Yayasan, UU BUMN, dan BUMD, UU Perguruan Tinggi. Suatu ketika
(sebelum diubah menjadi PT), perusahaan minyak Pertamina, merupakan badan hukum
tersendiri.
2. Praktek Badan Usaha Pers
Setiap tahun, Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi
Pers (Dewan Pers) melakukan – antara lain – pendataan perusahaan pers. Diperoleh
data, belum semua perusahaan pers berbadan hukum. Masih ada yang berbentuk
Firma (Fa) atau CV (Commanditer Vennootschap). Baik menurut hukum maupun
doktrin, Fa dan CV di Indonesia hingga saat ini bukan badan hukum. Dengan
demikian, secara formal, perusahaan pers semacam ini belum memenuhi ketentuan
UU No. 40 Tahun 1999. Persoalannya: “Apakah memang harus berbadan hukum dan
mengapa harus berbadan hukum?”. (diuraikan di bawah).
3. Perusahaan Pers Harus atau Tidak
Harus Berbadan Hukum
Ada etikat baik, pembentuk UU No. 40 Tahun 1999
mengharus-kan perusahaan pers berbentuk badan hukum (sudah semestinya):
Pertama; per definisi: “Perusahaan adalah kegiatan ekonomi
untuk mencari atau memperoleh laba atau keuntungan”. Satu-satunya motif
perusahaan adalah motif ekonomi dan motif ekonomi tidak lain mencari dan
memperoleh laba. Perusahaan pers sebagai perusahaan (bedrijf, interprise) tidak
mungkin luput dari motif itu. Lebih-lebih lagi, perkembangan pers sebagai
industri atau sebagai usaha ekonomi.
Kedua; bentuk badan hukum, akan memberikan kedudukan hukum
dan pertanggungjawaban hukum yang lebih pasti. Hubungan hak dan kewajiban, baik
kedalam maupun keluar lebih memiliki dasar dan kepastian. Hal ini akan lebih
menjamin perusahaan pers melaksanakan hak dan kewajiban hukum yang tidak akan
merugikan pihak lain. Lebih lanjut, bentuk badan hukum diharapkan memberi
kepercayaan (trust) yang lebih besar pada suatu perusahaan pers.
Ketiga; bentuk badan hukum memberi dasar yang lebih kuat
suatu perusahaan pers berkembang sebagai suatu perusahaan yang manageble,
ekonomis, efektif dan efisien.
Bagaimana kenyataan yang dihadapi?
Pertama; perkembangan teknologi jurnalistik dan jurnalisme
tidak selalu “gatuk” (match) dengan kegiatan yang bersifat perusahaan. Apakah
yang disebut “citizen journalism” atau semua kegiatan media online merupakan
aktifitas perusahaan dan harus diberi bentuk sebagai badan usaha?
Kedua; didapati berbagai kegiatan yang merupakan suatu
fungsi jurnalistik (menjalankan semua aktifitas jurnalistik, tetapi bukan suatu
perusahaan pers. Pers kampus (pers mahasiswa). Dalam kenyataan, pers kampus
(cetak, siaran, atau online) melakukan kegiatan jurnalistik. Bahkan dari cara
kerja, acap kali menunjukkan tata kerja profesional. Apakah pers kampus harus
menjadi perusahaan pers dan harus diberi bentuk badan hukum? Mungkin ada
contoh-contoh lain.
Ada beberapa pilihan. Pertama; pers, semacam pers kampus
tidak digolongkan sebagai pers. Mereka tidak perlu tunduk pada kode etik
jurnalistik dan undang-undang pers. Akibatnya, pers semacam pers kampus, tidak
berhak atas perlindungan yang diatur kode etik, undang-undang pers, dan
berbagai jaminan kemerdekaan pers. Setelah tahun 1980-an, Mahkamah Agung
Amerika Serikat, dalam sejumlah putusan menetapkan terhadap pers kampus tidak
berlaku Amandemen Pertama dan membenarkan Rektor (atau pimpinan sekolah)
melakukan tindakan terhadap pers kampus (larangan terbit, sensor, breidel).
Kedua; melonggarkan kegiatan pers. Pers tidak hanya dilaksanakan oleh atau
melalui perusahaan pers. Setiap kegiatan yang memiliki semua kriteria
jurnalistik (perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum, atau badan usaha
berbadan hukum). Kalau konsep semacam ini dapat diterima, harus ada perubahan
UU No. 40 Tahun 1999. Dengan demikian, pers semacam pers kampus adalah pers,
karena itu wajib tunduk dan berhak mendapat perlindungan kode etik dan hukum
(terutama yang berkaitan dengan jaminan dan perlindungan atas kemerdekaan
pers).
4. Pilihan Bentuk Badan Hukum Pers
Sebelum mencatat kemungkinan bentuk-bentuk badan hukum pers,
perlu terlebih dahulu diingatkan (kembali) mengenai hal-hal berikut:
Pertama; mengenai katagori badan hukum yang dibedakan antara
badan hukum publik (publiek rechtspersoon, public corporation atau public legal
person atau public legal entity) dan badan hukum keperdataan atau badan hukum
privat (privaat rechtspersoon, private legal person atau private legal entity).
Badan hukum keperdataan didirikan oleh perorangan (oleh orang atau oleh badan
hukum publik atau privat), diatur dan tunduk pada hukum keperdataan dalam arti
luas (hukum perdata, dan hukum dagang). Badan hukum publik didirikan oleh badan
publik (negara, badan-badan publik otonom), diatur dan tunduk pada hukum publik
untuk melaksanakan tugas-tugas publik (state functions).
Kedua; badan hukum adalah subyek hukum (pembentuk hak dan
kewajiban hukum) terlepas (terpisah) dari pendiri, anggota, atau penyerta
(penanam modal).
Ketiga; badan hukum mempunyai kekayaan sendiri, terpisah
dari kekayaan pendiri, anggota, atau penyerta/penanam modal.
Keempat; pengurus badan hukum hanya sebagai wakil atau
mewakili (di dalam atau di luar pengadilan). Karena itu tidak bertanggung jawab
atas perbuatan yang dilakukan oleh atas nama badan hukum, kecuali dapat
dibuktikan pengurus bertindak ketika badan hukum belum disahkan, atau bertindak
melampaui wewenang, atau mencari keuntungan pribadi dari kegiatan (usaha) badan
hukum.
Untuk menampung berbagai kenyataan seperti perkembangan
sitizen journalism, pers kampus (pers mahasiswa), kapasitas permodalan,
perusahaan pers dapat memilih berbagai bentuk badan usaha sebagai berikut:
Pertama; tidak merupakan badan usaha karena merupakan bagian
dari organisasi publik atau privat, dan tidak ada motif mencari laba. Termasuk
kriteria ini adalah pers kampus yang merupakan bagian organik dari universitas
(sekalipun otonom), kegiatan jurnalistik tetap oleh perorangan, seperti website
atau media online perorangan. Yang perlu diatur adalah sistem pengendalian dan
tanggung jawab agar disatu pihak dijalankan dengan kriteria-kriteria
jurnalistik, kewajiban mematuhi kode etik (seperti Pedoman Media Siber yang
dibuat Dewan Pers bersama penyelenggara media siber).
Kedua; badan usaha yang tidak berbadan hukum baik perorangan
(maatschap) atau persekutuan dagang (Firma atau CV). Walaupun tidak berbadan
hukum (maatschap, atau CV) adalah badan usaha yang bersifat ekonomi (motif
memperoleh laba). Bentuk badan usaha ini untuk menampung keinginan (hasrat)
jurnalistik tanpa memerlukan modal yang terlalu besar dan mungkin sekedar untuk
memenuhi kebutuhan (media) lokal. Namun ada resiko:
(1) Tidak ada pemisahan
dengan kekayaan pribadi pemilik atau semua anggota persekutuan. Setiap
kewajiban ekonomi (keuangan) terhadap pihak kedua atau ketiga akan mengenai
juga kekayaan pribadi dan pertanggungan renteng (hoofdelijk aansprakelijkheid)
yaitu setiap peserta bertanggung jawab atas seluruh kewajiban perusahaan (tidak
ada pembatasan tanggung jawab).
(2) Karena tidak ada
kewaiban hukum memenuhi kriteria-kriteria yang harus dipenuhi (menurut
undang-undang), mudah sekali disalahgunakan sebagai satu usaha coba-coba,
keisengan, atau alat melakukan perbuatan dengan etikad buruk (ter kwader trouw,
bad faith). Apalagi ditopang oleh wartawan abal-abal dan lain-lain semacam itu.
Ketiga; berbentuk badan hukum. Ada beberapa pilihan.
(1) Perseroan Terbatas
(PT). Pada saat ini, PT merupakan bentuk yang lazim dikalangan perusahaan pers
dan merupakan badan usaha yang berkarakter dan bertujuan ekonomi. Walaupun
demikian, sebagai perusahaan pers, wajib menjunjung tinggi fungsi dan tujuan
pers sebagai sarana publik. Tanggung jawab yang terbatas (terbagi atau tidak
terbagi atas saham) memperkecil resiko pendiri atau peserta. Peluang berkembang
lebih besar, apalagi kalau sejak semula telah ditopang modal yang cukup atau
besar (secara statuter, modal dasar atau modal statuter secara formal tidak
terlalu besar). Bentuk PT lebih mudah meraih kepercayaan publik sebagai badan
usaha yang bersungguh-sungguh, disertai pertanggungjawaban yang jelas.
(2) Koperasi. Koperasi
juga usaha yang bersifat ekonomi. Tetapi tidak sekedar bentuk badan usaha
ekonomi. Koperasi menurut UUD 1945 dan cita-cita koperasi, adalah sebuah
gerakan ekonomi dan sosial rakyat (bukan pemilik modal). Bahkan mengandung pula
makna politik. Koperasi sebagai gerakan adalah usaha perubahan ekonomi, sosial,
bahkan politik. Bung Hatta mengajarkan, koperasi adalah juga wadah pendidikan
politik yaitu wadah menanam tanggung jawab bersama, melaksanakan kedaulatan
rakyat secara sehat (pimpiinan koperasi dipilih secara bergilir). Diberbagai
negara (seperti di Belanda, negara-negara Skandinavia) menunjuk-kan prestasi
yang sangat bagus.
Mungkinkah koperasi menjadi wadah perusahaan pers? Sangat mungkin.
Koperasi adalah badan hukum dan tata cara mendirikan sederhana. Sejak awal
koperasi mengharuskan partisipasi orang banyak (pendiri minimal 22 orang).
Badan hukum koperasi dapat lebih menjamin misi idiil pers
sebagai sarana publik, dan berkembang serentak, baik sebagai sarana ekonomi
maupun sosial. Sayang sekali, saya belum pernah mendengar perusahaan pers yang
berbentuk koperasi (mungkin saya salah).
(3) Yayasan. Suatu usaha atau
kegiatan pers yang semata-mata bersifat sosial, keagamaan, atau kemanusiaan
dapat meng-gunakan bentuk yayasan. Sesuai dengan ketentuan undang-undang, kalau
ada pers dimiliki atau diterbitkan yayasan, tidak boleh bersifat komersial.
Tetapi apabila penerbitan itu secara substantif sangat berwibawa (memiliki
otoritas) dapat memperoleh kompensasi (bukan harga ekonomi) yang memadai. Pada
saat ini cukup banyak yayasan atau perkumpulan (politik, sosial, ekonomi) yang
memiliki penerbitan, tetapi tidak diberi makna sebagai kegiatan pers. Bagi
mereka tidak berlaku perlindungan dan jaminan serta kewajiban yang diatur dalam
kode etik pers dan peraturan perundang-undangan (?).
5. Penutup
Secara normatif, ada pilihan-pilihan badan hukum perusahaan
pers (tidak hanya PT). Tetapi secara sosiologis (kenyataan), PT yang
paling umum dipergunakan. Sebaliknya, Undang-Undang Pers tidak membuka peluang
perusahaan pers yang tidak berbadan hukum. Selama UU No. 40 Tahun 1999 masih
berlaku, ada kewajiban hukum, perusahaan pers yang belum berbadan hukum
untuk diubah menjadi badan hukum. Tanpa perubahan, berarti pelanggaran terhadap
Undang-Undang Pers. Bagi perusahaan pers yang masih – misalnya berbentuk
Fa atau CV – berubah menjadi badan hukum – seperti PT – lebih
memungkinkan, antara lain, perubahan dari pertanggungjawaban tidak terbatas
menjadi pertanggungjawaban terbatas.
Namun perlu pula dipikirkan, kemungkinan pers perorangan
atau pers yang berkaitan dengan suatu satuan publik (seperti pers kampus),
perlu mendapat wadah yang tepat baik untuk kepastian, pertangungjawaban, maupun
untuk perkembangan.
Menutup catatan ini, barangkali ada baiknya memperhatikan
kutipan dari James Curran di atas dengan terjemahan bebas sebagai berikut:
“Sekiranya media itu harus bebas dari pemerintah, maka harus
diselenggarakan menurut (berdasarkan) sistem pasar bukan sistem (yang
ditentukan) negara. Apabila dimaksudkan sepenunya sebagai sarana demokrasi,
maka harus diselenggarakan oleh pekerja profesional yang bekerja secara akurat,
imparsial, dan informatif”.
Jakarta, November 2012
Sumber : Dewan Pers