Luwu, Portal News - Bencana alam di tana luwu yang menjadi Fenomena tahunan yang belum selesai hingga hari ini
Tana Luwu atau Luwu Raya yang sering dijuluki Bumi Sawerigading, adalah bagian dari warisan bersejarah yang kaya dari Kerajaan Luwu di Provinsi Sulawesi Selatan.
Namun, sebelum lanjut membaca berita kami, jangan lupa follow/subscribe kanal Youtube kami PORTAL TV di LINK ini ya? Dengan features menarik setiap pekannya.
Secara administratif, wilayah ini terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota.
Masing-masing dengan pusat administrasi yang penting, seperti Kabupaten Luwu (Dengan ibu kota Belopa), Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara (Dengan ibu kota Masamba), Kabupaten Luwu Timur (Dengan ibu kota Malili), dan Kabupaten Luwu Tengah atau Walenrang Lamasi (Walmas) yang sedang dalam proses pembentukan, dengan ibu kota di Walenrang.
Secara strategis di bagian Selatan Sulawesi, Tana Luwu menghadap ke Teluk Bone di sebelah timur dan berbatasan dengan Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah di sebelah utara.
Wilayahnya yang luas, mencapai sekitar 17.791 km², di diami oleh lebih dari 700.000 jiwa.
Keberagaman secara geografisnya memberikan potensi ekonomi yang begitu luas, terutama dalam sektor pertanian, peternakan dan perikanan.
Tiga hal yang menjadi penopang utama ekonomi di luwuw raya, dengan tanah yang subur dan menghasilkan berbagai komoditas unggulan seperti Kakao, Kopi, Padi, Merica, Cengkih, Udang, Rumput Laut, Emas dan Biji Nikel.
Selain memiliki potensi alam yang melimpah, wilayah ini telah menjadi kontributor signifikan terhadap perekonomian regional. Dengan prospek ekonomi yang menjanjikan untuk masa depan daerah tana luwu harus nya begitu. Namun realitas sosial yang kemudian terjadi hingga hari ini di Luwu Raya tidak demikian.
Pasalnya, bencana banjir di beberapa titik di luwu raya selalu menjadi hantu bagi masyarakat yang terdampak, belum lagi persoalan kebijakan regulasi yang seolah belum memihak kepada masyarakat.
Menilik bagaimana kondisi hari ini di Luwu Raya telah menampakan, seperti Sungai Pongkeru yang berada di Luwu Timur pada januari kemarin merendam hampir 80 rumah warga di akibatkan karna meluapnya air di aliran sungai pongkeru.
Tidak hanya itu, sebanyak tujuh kecamatan di Luwu Utara terendam banjir. Diantaranya Kecamatan Sabbang Selatan, Sabbang, Malangke, Malangke Barat, Baebunta Selatan, Sukamaju Selatan, dan Kecamatan Mappideceng.
Dari tujuh kecamatan itu terdapat 35 desa dan 58.614 warga yang terdampak Banjir yang diakibatkan meluapnya Sungai Rongkong, Masamba dan Sungai Baliase. Dan bahkan Banjir juga melanda Kabupaten Luwu khusus nya di walmas, yang dipicu hujan lebat selama 10 jam hingga membuat tanggul sungai jebol serta meluapnya air merendam akses jalan dan pemukiman warga di dua dusun, yakni di Desa To'lemo dan Satu Dusun di Desa Bululondong di Kecamatan Lamasi.
Berbicara terkait Bencana alam tentu kita tak pernah tau kapan datangnya hal ini, namun bukan berarti pemerintah setempat tidak bisa mengantisipasi hal tersebut dan juga meminimalisir dampak kerusakan nya.
Adnan Prawansyah yang juga selaku Ketua IPMIL Raya UMI saat dimintai tanggapannya mengatakan bahwa.
“Pemerintah setempat yang berada dalam beberapa wilayah terdampak di luwu raya, gagal dalam melakukan langkah-langlah preventif ataupun pencegahan dengan melihat kondisi hari ini di luwu raya dan juga kurang nya perhatian khusus bagi pemerintah dalam hal ini” Ucap Adnan
Adnan pun, juga persoalan kantong kresek merah yang di bagikan setiap moment bencana alam saya rasa itu bukanlah sebuah solutif bagi masyarakat yang terdampak. Tapi lebih dari itu bagaimana pemerintah mampu memberikan rasa aman kepada para petani, nelayan dan peternak ketika mereka menunggu momen-momen panen.
“Sebab banyak masyarakat mengalami gagal panen, yang di akibatkan akan fenomena banjir dan lain-lain dan hal ini di karenakan gagalnya pemerintah setempat dalam melakukan langkah preventif untuk mencegah banjir terulang. Sehingga yang merasakan dampaknya masyarakat yang berkarir dalam sektor pertanian, peternakan dan perikanan” Pungkas Adnan selaku Ketua IPMIL Raya Umi dengan tegas. Senin, (29/4/2024).
Kalaupun memang dianggap serius dan yang menjadi jawaban adalah perbaikan tanggul jebol tiap tahunnya saya pikir itu bukan hal yang solutif bagi fenomena yang seakan menjadi kutukan untuk warga luwu raya.
Apalagi kantong kresek merah yang berisikan beberapa komoditas, hal semacam ini membuat masyarakat pasif dan tidak terpantik kesadarannya bahwa selama puluhan tahun kita menjadi masyarakat yang termarjinalkan oleh kaum sendiri dan kondisi struktur kekuasaan yang ada di luwu raya.
“Lalu yang menjadi pertanyaan besar hingga hari ini, apakah pemerintah menganggap serius fenomena alam yang terus menghantui pikiran para petani, nelayan dan peternak dalam melakukan penanganan terhadap fenomena ini, tentu tidak.? Dan semoga hal ini bisa menjadi perhatian khusus bagi pemerintah setempat. Kenapa kita yang masih duduk di dunia pendidikan yang harus berfikir keras untuk memikirkan masyarakat dan pekerjaan mereka, tidakkah punya rasa malu” Kuncinya. (Red)
Yuk! baca artikel menarik lainnya PORTAL NEWS di GOOGLE NEWS
Ikuti saluran WhatsApp PORTAL NEWS – DI SINI
Jangan lupa subscribe dan ikuti Video lainya di Channel Youtube Portal TV