√ Harga Beras Semakin Tidak Masuk Akal, Tertinggi Dalam Sejarah- Portal News - Media Investigasi Pembaharuan Nasional

Jelajahi

Copyright © Portal News
Created with by Portal News
PT ZIB Group Templates

Iklan

Iklan

iklan-portal-news

Harga Beras Semakin Tidak Masuk Akal, Tertinggi Dalam Sejarah

Sabtu, 24 Februari 2024, Februari 24, 2024 WIB Last Updated 2024-02-24T23:32:10Z

Harga Beras Semakin Tidak Masuk Akal, Tertinggi Dalam Sejarah


PORTAL NEWS -- Pedagang pasar dan pengamat pertanian menyebut kenaikan harga beras yang terjadi sejak empat bulan terakhir hingga menyentuh harga Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium adalah yang "tertinggi dalam sejarah".


Akibatnya ratusan warga di berbagai daerah rela antre berjam-jam demi bisa mendapatkan beras murah yang digelar pemerintah lewat operasi pasar.


Pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memperkirakan kenaikan ini akan berlangsung hingga musim panen April 2024. Pasalnya, El Nino menyebabkan musim tanam mundur. Selain itu, produksi padi tahun 2023 turun sekitar satu juta ton.


Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengatakan Kemendag siap melakukan langkah strategis seperti operasi pasar, memantau distributor hingga pedagang guna menjaga stabilitas harga bahan pokok selama periode Ramadan dan Idul Fitri, seperti dilansir BBC.


Warga antre demi beras murah


Di sejumlah daerah seperti Sumedang, Kota Bandung, dan Bekasi di Jawa Barat hingga Probolinggo di Jawa Timur terlihat puluhan ibu-ibu mengantre dan berdesakan untuk mendapatkan beras murah dalam operasi pasar yang dilakukan pemerintah daerah.


Harga beras murah dari Bulog itu dijual seharga Rp51.000 per kemasan lima kilogram atau setara dengan Rp10.200 perkilogram.


Di Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, misalnya, setiap warga harus menunjukkan KTP sebelum membeli beras dan pembeliannya dijatah.


Lilis (48 tahun) salah satu warga mengaku tidak kebagian beras di pasar murah gara-gara terlambat datang.


"Tadi pagi sudah ke sini, tapi antrenya panjang. Jadi pulang dulu. Sekarang baru balik lagi ternyata sudah habis," ujar Lilis seperti dilansir Tribunnews.com.


Seorang ibu rumah tangga di Kota Bandung bahkan pingsan karena tak kuat menahan panas dan kelelahan setelah berdiri dalam antrean panjang.


Perempuan bernama Ayi itu tak sadarkan diri setelah mengantre selama 2,5 jam di Perumahan Mustika Hegar Regency pada Senin (19/02) lalu.


Ibu rumah tangga lainnya, Rohaeti juga mengeluhkan hal yang sama. "Pusing, kepanasan, dari belakang sudah tidak kuat. Mau pulang lagi susah kan... tanggung," ucapnya.



Berapa harga beras saat ini?


Sekjen Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan kenaikan harga beras terjadi sejak empat bulan lalu.


Semula harga beras medium Rp9.000-Rp10.000 per kilogram. Harga naik pelan-pelan hingga sekarang pada Rabu (21/02) menyentuh angka Rp13.000-Rp14.000 per kilogram.


Sedangkan beras premium, sebelumnya berada di kisaran Rp12.000-Rp14.000 per kilogram. Namun merangkak terus sampai di harga Rp17.000-Rp18.000 per kilogram.


Adapun untuk harga sekarung beras medium kini sudah Rp700.000 di pasar induk dan beras premium sekarungnya Rp800.000.


"Sebelum kenaikan beras medium sekarung atau isi 50 kilogram itu Rp485.000, paling mahal yaitu Rp500.000," ujar Ngadiran kepada BBC News Indonesia


Ngadiran berkata sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini adalah yang paling tinggi.


"Ini kenaikan paling tidak jelas, tidak bisa diduga."


Dampaknya pun terasa, pembeli dari kalangan ibu rumah tangga berkurang dan kalaupun membeli pasti lebih sedikit dari sebelumnya.


"Kalau dulu beli bisa 10 liter, sekarang cuma lima liter paling banyak."


Ibu rumah tangga: Beras mahal, beli lauk yang murah


Puspita, seorang ibu rumah tangga warga Benowo, Surabaya, Jawa Timur mengatakan kenaikan harga beras saat ini disebutnya tidak masuk akal.


"Dalam kurun waktu seminggu itu, beras bisa naiknya sampai dua kali kenaikan. Ini sangat tidak masuk akal karena notebene negara kita negara agraris," keluhnya.


Kata dia, meski harga beras naik bagaimanapun tetap harus membeli juga, karena merupakan kebutuhan pokok.


"Kalau di keluarga saya sendiri tidak mengurangi kebutuhan nasinya. Untuk menyiasatinya biasanya kita beli beras dengan kualitas premium ya misalnya, kita membeli dengan grade-nya yang dikurangi dikit," ujarnya.


"Atau kalau nggak kita bisa mengaturnya dengan memilih membeli lauk yang lebih murah. Saya begitu sih kalau menyiasatinya," lanjut Puspita.


Seorang pedagang nasi goreng di Surabaya, Kadir, juga mengakui bahwa dirinya sangat merasakan kenaikan harga beras saat ini dan berakibat langsung pada penurunan penghasilannya.


"Harganya [dagangannya] tetap. Nanti kalau naik kan kasihan pelanggan. Ya penghasilan [saya] jadi berkurang," ujarnya.


Kadir melanjutkan setahun yang lalu, harga beras untuk bahan nasi goreng dia membeli yang per kilogramnya Rp14.000. Sekarang harganya naik menjadi Rp16.500 sampai Rp17 ribu.


"Harga makanan pokok seperti telur dan cabai juga naik. Ya semoga bisa distabilkan lagi harganya. Jangan terlalu mahal," harapnya kepada pemerintah.


Pedagang makanan warung Tegal di Sleman, Muhammad Ibrizi, bercerita heran dengan kenaikan bahan pokok saat ini.


Biasanya, kata dia, naiknya harga bahan pokok yang begitu tinggi terjadi menjelang hari raya Idulfitri. Tapi kali ini, belum Ramadan sudah naik.


"Dibilang masuk akal ya aneh, tidak masuk akal tapi nyatanya juga begitu. Bagaimana ya... enggak tahu juga," katanya penuh heran.


Meski harga-harga naik, Ibrizi belum berpikir untuk menaikkan harga makanan di warungnya. Dia hanya mengurangi belanja untuk menekan harga produksi.


Kalau dalam sehari memasak untuk jualan menghabiskan 15 kilogram beras dan dua kilo cabai. Untuk pengetatan produksi, dia mengurangi jumlah penggunaan cabai menjadi 1,5 kilogram, dan mengganti jenis beras yang harganya di bawah Rp17.000 dengan kualitas yang tetap sama.



"Sementara ini masih sama, tidak saya naikkan harganya," katanya.


Sebagai pelaku bisnis, Ibrizi berharap harga bisa stabil dan barangnya tersedia. Namun kalau harga terus naik, dia mengaku akan ikut menaikkan harga jual di warungnya.


"Kalau masih naik lagi, berat... Ini saja sudah ada perubahan jenis beras yang saya gunakan, kalau enggak begitu enggak masuk harga produksinya," kata Ibrizi untuk menyiasati tingginya harga beras.


Harga Beras Mahal dan Pecah Rekor Terus, Biang Keroknya Ternyata Ini


Akhir-akhir ini, harga beras di sejumlah daerah terus mengalami kenaikan harga. Hal ini tentunya membuat masyarakat terus mengeluh.


Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga beras premium dan medium kompak naik ke level rekor baru pada hari Kamis (22/2/2024).


Harga beras premium naik Rp60 ke Rp16.270 per kg hari ini, sementara beras medium naik Rp90 ke Rp14.230 per kg. Sepekan lalu, (15 Februari 2024), harga beras premium masih di Rp15.900 per kg dan beras medium di Rp13.950 per kg. Harga tersebut sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.


Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp. 10.900/kg medium, sedangkan beras premium Rp 13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Sementara, HET beras di Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500/kg medium dan beras premium Rp 14.400/kg.


Sementara di zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.


Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa menyebut faktor perubahan iklim yang tidak menentu jadi penyebab tanaman padi petani gagal, hingga menyebabkan harga beras di pasaran menjadi naik.


"Kemarin waktu kita (Bapanas) ke lapangan, ke daerah Grobogan dan lain sebagainya, itu ada 3 ribu hektare (sawah) tergenang banjir. Ternyata, pas hujan kencang dia kencang banget hujannya, akhirnya banjir," kata Ketut kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/2/2024).


"Ini ada potensi gagal. Mudah-mudahan tidak gagal ya, tapi ada potensi yang harus kita waspadai. Itu kan petani mengeluarkan ongkos yang lebih juga. Sementara di tempat lain agak tinggi, di tempat lainnya agak rendah hujannya. Nah ini efek gorila El Nino kita katakan. Dampaknya ini sudah mulai dirasakan petani," ujarnya.


Meski begitu, Ketut menambahkan, pihaknya tetap mengacu kepada Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, yang menyatakan bulan pada Januari-Februari 2024 ini, produksi padi masih akan minus dari kebutuhan.


"Artinya memang Januari-Februari itu memang kita agak lumayan koreksinya," tutur dia.


"Namun, di bulan Maret menurut prediksi KSA BPS kita produksinya sudah sekitar 3,5 juta ton beras. Jadi ini akan terjadi surplus. Harapan kita habis Maret, April, Mei, Juni juga terjadi surplus. Kalau itu terjadi, maka mulai lah akan terjadi penyesuaian atau koreksi harga yang ke bawah," ujar Ketut.


Harga Gabah Melonjak


Di sisi lain, harga gabah juga terpantau naik. Harga Gabah Kering Panen (GKP) sekarang ini sudah di Rp7.500 per kg, bahkan ada yang sampai Rp8.000 per kg. Kemudian, Gabah Kering Giling (GKG) sudah ada yang Rp8.200-Rp8.500 per kg.


"Jadi kalau GKP maupun GKG dengan harga segitu, gampangnya dikali 2 saja, dikali 2 memang akan menghasilkan segitu harga (berasnya), nggak jauh dari situ," kata Ketut kepada CNBC Indonesia.


Ketut menuturkan, setelah berkoordinasi dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan pemangku kepentingan lainnya, harga GKP/GKG menjadi tinggi itu disebabkan karena produksinya yang memang sedikit terkoreksi, imbas dari El Nino yang panjang.


"Ada beberapa petani kita yang jadi gagal panen. November atau Desember dia tanam tapi besoknya kering, akhirnya dia ngulang tanam. Dan itu pun berdasarkan KSA BPS, memang ada koreksi sedikit terkait dengan produksinya," tuturnya.


"Nah yang selanjutnya, penyebab GKP tinggi juga adalah sewa lahan yang sudah naik. Dulu dapat Rp3 juta sekarang nggak dapat, sudah Rp12 jutaan," lanjut Ketut.


Dan, kondisi itu diperparah harga pupuk yang naik, akibat perang yang terjadi di Ukraina.


"Itulah yang menyebabkan GKP/GKG nya naik. Kalau GKP/GKG naik, maka sudah pasti harga beras juga naik," pungkasnya. (Red)

Silahkan Komentar Anda

Tampilkan


Portal Update


X
X
×
BERITA UTAMA NEWS
-->