√ Semrawutnya Persiapan Pemilu 2024, Hirarki UU dan Aturan Semakin Tidak Jelas- Portal News - Media Investigasi Pembaharuan Nasional

Jelajahi

Copyright © Portal News
Created with by Portal News
PT ZIB Group Templates

Iklan

Iklan

iklan-portal-news

Semrawutnya Persiapan Pemilu 2024, Hirarki UU dan Aturan Semakin Tidak Jelas

Rabu, 30 Agustus 2023, Agustus 30, 2023 WIB Last Updated 2024-02-26T13:13:03Z
Semrawutnya Persiapan Pemilu 2024, Hirarki UU dan Aturan Semakin Tidak Jelas

Dengan adanya beberapa putusan dan gugatan pemilu 2024 di Makamah Agung (MA), tentu membuat kita semakin bertanya-tanya dan ragu akan berjalannya pesta demokrasi pemilu yang bersih, jujur dan adil.

 

Pasalnya dari beberapa para pemohon yang dihimpun media ini di laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, maraknya mengajukan Permohonan gugatan Pengujian Materiil terhadap adanya Muatan Materi dalam Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU RI Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap UUD NRI 1945.

 

Dimana para pemohon menilai, bahwa Pasal 280 ayat (1) huruf h bertentangan dengan Hak Konstitusional.

 

Maka dengan demikian, Berdasarkan surat salinan Nomor : 65/PUU-XXI/2023 “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”. Makamah Agung (MA) berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan Permohonan para Pemohon.

 

Hal ini diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang  memuat  norma-norma  hukum  yang  mengikat secara  umum  dan  dibentuk  atau  ditetapkan  oleh lembaga negara dan atau pejabat yang berwenang melalui prosedur  yang  ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

 

Dimana UUD 1945; dimaknai sebagai Ketetapan MPR; Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Peraturan Daerah sebagai pelaksana peraturan perundang-udangan di republik Indonesia yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.

 

Sedangkan disisi lain, KPK juga mencatat sepanjang 2004-2023 ada sebanyak 344 anggota legislator jadi tersangka korupsi di KPK. Dan angka itu ada di urutan terbanyak ketiga setelah Swasta dan Pejabat Negara.

 

Tak hanya itu, PPATK juga melacak. Ada senilai Rp. 1 Triliun uang kejahatan sudah masuk ke parpol untuk membiaya kampanye di Pemilu 2024. Tentu hal ini menjadi momok pemilu dan gambaran akannya uang haram dan dana politik di Indonesia.

 

Jika pada periode 2019-2024, ada sekitar 55 persen Anggota DPR adalah pengusaha. KPK menilai hal ini membuka peluang konflik bagi kepentingan dan korupsi, utamanya dengan kepala daerah dari partai politik.

 

Sekaitan dengan hal itu, pengamat serba bisa ini Zainuddin sapaan Akrab Ajis Portal angkat bicara soal Pemilu 2024 yang terkesan dipaksakan. Yang mana bertentangan dengan Hirarki UU. Rabu (30/8/2023) Malam.

 

Mengapa Caleg Harus Diawasi.? Dilansir dari laman KPU, ada sebanyak 9.919 orang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR. Dan jumlah itu belum termasuk DCS DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dan sejumlah bakal caleg yang masih memegang jabatan strategis, diantaranya lima menteri. Lima wakil menteri dan setidaknya 44 kepala daerah. Kata Zainuddin.

 

Lanjut pria kelahiran Sorong Papua Barat ini “Bahwa Hakikat Pemilu dalam Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 memiliki prinsip dasar pelaksanaan demokrasi dalam pemilihan umum. Tentu Prinsip Demokrasi dalam pemilu mengandung makna meletakkan kedaulatan pada rakyat dan mengalir dari kehendak rakyat (Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan Rakyat dapat dimaknai sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam satu negara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa Pertama, Rakyat sebagai pemilih yang memiliki wewenang yang tertinggi. Dapat menentukan semua wewenang yang ada dalam negara, dan Kedua: negara yang menganut kedaulatan Rakyat dapat dimaknai sebagai negara demokratis. Sehingga Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu juga merugikan Hak Konstitusional untuk mendapatkan Keadilan dalam Penyelenggaran Pemilu dan melanggar Asas-asas Pemilu yang tertuang didalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945 khususnya Asas ADIL.” Bebernya

 

Tak hanya itu, jika kita merajuk lebih dalam lagi berdasarkan ketentuan-ketentuan perUndang-undang dan PKPU tersebut.

 

“Banyak pelanggaran-pelanggaran yang diabaikan oleh institusi lembaga pengawasan atas tugas dan fungsinya, sebaimana hal itu diatur dalam Pasal 283 PKPU Nomor 15 Tahun 2023 dan pasal 93 Huruf b, UU Nomor 7 tahun 2017/2023. Baik di tingkat daerah maupun pusat, dan sebagai peserta pemilu. Tentu kami menghawatirkan dan meragukan adanya pemilu bersih, jujur dan adil. Sehingga hal ini terkadang yang membuat kami binggung sebagai masyarakat awam, akan penegakan super hukum di NRI ini.? Contoh halnya Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, sedangkan disini lain Surat Edaran Kapolri Nomor 8 tahun 2018 juga menerapkan istilah "Restorative Justice" dalam Penyelesaian Perkara Pidana. Terus bagaimana dengan dengan UU 31 tahun 1999 Pasal 4 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana dimaksudkan. Yakni :  Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya, pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Jadi, koruptor tetap dipidana meski telah mengembalikan keuangan negara, Tapi hakekatnya tidak seperti itu, apalagi kalau nilainya masih kecil”. Tutupnya

 

Tentu sebagai warga negara, berharap kepada yang telah dititipkan amanah. Agar kiranya dapat di Implementasi sebaik-baiknya undang-undang tersebut. Negara berkewajiban mencerdaskan dan mensejahterahkan rakyatnya, bukan mala membebani rakyat dan generasi akan datang dengan pajak untuk melunasi hasil utang Negara yang kian makin membengkak. (Red) 

Silahkan Komentar Anda

Tampilkan


Portal Update


X
X
×
BERITA UTAMA NEWS
-->