Dengan adanya beberapa
putusan dan gugatan pemilu 2024 di Makamah Agung (MA), tentu membuat kita semakin
bertanya-tanya dan ragu akan berjalannya pesta demokrasi pemilu yang bersih,
jujur dan adil.
Pasalnya dari beberapa
para pemohon yang dihimpun media ini di laman Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, maraknya mengajukan Permohonan gugatan Pengujian Materiil terhadap adanya
Muatan Materi dalam Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU RI Nomor 7 Tahun
2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap UUD NRI 1945.
Dimana para pemohon menilai,
bahwa Pasal 280 ayat (1) huruf h bertentangan dengan Hak Konstitusional.
Maka dengan demikian, Berdasarkan
surat salinan Nomor : 65/PUU-XXI/2023 “Demi
keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”. Makamah Agung (MA) berwenang
untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan Permohonan para Pemohon.
Hal ini diketahui,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
yang memuat norma-norma
hukum yang mengikat secara umum
dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara
dan atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Dimana UUD 1945; dimaknai sebagai Ketetapan MPR;
Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Peraturan Daerah sebagai pelaksana
peraturan perundang-udangan di republik Indonesia yang dibentuk dengan
cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk
tertulis.
Sedangkan disisi lain, KPK
juga mencatat sepanjang 2004-2023 ada sebanyak 344 anggota legislator jadi
tersangka korupsi di KPK. Dan angka itu ada di urutan terbanyak ketiga setelah Swasta
dan Pejabat Negara.
Tak hanya itu, PPATK juga
melacak. Ada senilai Rp. 1 Triliun uang kejahatan sudah masuk ke parpol untuk membiaya
kampanye di Pemilu 2024. Tentu hal ini menjadi momok pemilu dan gambaran
akannya uang haram dan dana politik di Indonesia.
Jika pada periode
2019-2024, ada sekitar 55 persen Anggota DPR adalah pengusaha. KPK menilai hal
ini membuka peluang konflik bagi kepentingan dan korupsi, utamanya dengan
kepala daerah dari partai politik.
Sekaitan dengan hal itu,
pengamat serba bisa ini Zainuddin sapaan Akrab Ajis Portal angkat bicara soal Pemilu
2024 yang terkesan dipaksakan. Yang mana bertentangan dengan Hirarki UU. Rabu
(30/8/2023) Malam.
“Mengapa Caleg Harus Diawasi.? Dilansir dari laman KPU, ada sebanyak
9.919 orang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR. Dan jumlah
itu belum termasuk DCS DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dan sejumlah bakal
caleg yang masih memegang jabatan strategis, diantaranya lima menteri. Lima wakil
menteri dan setidaknya 44 kepala daerah. Kata Zainuddin.
Lanjut pria kelahiran Sorong
Papua Barat ini “Bahwa Hakikat Pemilu dalam Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 1 ayat
(2) UUD 1945 memiliki prinsip dasar pelaksanaan demokrasi dalam pemilihan umum.
Tentu Prinsip Demokrasi dalam pemilu mengandung makna meletakkan kedaulatan
pada rakyat dan mengalir dari kehendak rakyat (Sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan
Rakyat dapat dimaknai sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang
yang ada dalam satu negara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa Pertama,
Rakyat sebagai pemilih yang memiliki wewenang yang tertinggi. Dapat menentukan semua
wewenang yang ada dalam negara, dan Kedua: negara yang menganut kedaulatan
Rakyat dapat dimaknai sebagai negara demokratis. Sehingga Penjelasan Pasal 280
ayat (1) huruf h UU Pemilu juga merugikan Hak Konstitusional untuk mendapatkan
Keadilan dalam Penyelenggaran Pemilu dan melanggar Asas-asas Pemilu yang
tertuang didalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945 khususnya Asas ADIL.” Bebernya
Tak hanya itu, jika kita
merajuk lebih dalam lagi berdasarkan ketentuan-ketentuan perUndang-undang dan
PKPU tersebut.
“Banyak
pelanggaran-pelanggaran yang diabaikan oleh institusi lembaga pengawasan atas
tugas dan fungsinya, sebaimana hal itu diatur dalam Pasal 283 PKPU Nomor 15
Tahun 2023 dan pasal 93 Huruf b, UU Nomor 7 tahun 2017/2023. Baik di tingkat
daerah maupun pusat, dan sebagai peserta pemilu. Tentu kami menghawatirkan dan
meragukan adanya pemilu bersih, jujur dan adil. Sehingga hal ini terkadang yang
membuat kami binggung sebagai masyarakat awam, akan penegakan super hukum di
NRI ini.? Contoh halnya Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan
Tindak Pidana, sedangkan disini lain Surat Edaran Kapolri Nomor 8 tahun 2018
juga menerapkan istilah "Restorative Justice" dalam Penyelesaian
Perkara Pidana. Terus bagaimana dengan dengan UU 31 tahun 1999 Pasal 4 UU 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana
dimaksudkan. Yakni : Pengembalian
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya,
pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Jadi,
koruptor tetap dipidana meski telah mengembalikan keuangan negara, Tapi hakekatnya
tidak seperti itu, apalagi kalau nilainya masih kecil”. Tutupnya
Tentu sebagai warga negara, berharap kepada yang telah dititipkan amanah. Agar kiranya dapat di Implementasi sebaik-baiknya undang-undang tersebut. Negara berkewajiban mencerdaskan dan mensejahterahkan rakyatnya, bukan mala membebani rakyat dan generasi akan datang dengan pajak untuk melunasi hasil utang Negara yang kian makin membengkak. (Red)