Jakarta, Portal News - Pemerintah angkat bicara soal kerugian akibat penambangan liar yang terus meningkat.
Hal
itu disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang mengakui maraknya pertambangan
liar sangat merugikan negara.
Selain
itu, jumlah tambang liar di negeri ini mencapai ribuan.
Dikutip
dari CCN Indonesia apa yang dimaksud dengan penambangan liar, pertambangan yang
tidak memiliki izin negara. Baik pemerintah pusat maupun daerah.
Selain
merusak lingkungan, penambang liar ini tidak memberikan kontribusi yang berarti
bagi pendapatan negara.
Pendapatan
pertambangan untuk pemerintah biasanya berasal dari pajak dan pendapatan lain
seperti royalti, pembayaran tetap, sewa tanah dan lain-lain.
Menurut
data Minerba One Data Indonesia (MODI) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pertambangan mineral dan
batubara pada tahun 2021 adalah sebesar Rp75,48 miliar.
"Makanya
negara rugi banyak (dari pertambangan liar)," ujarnya usai pembukaan Rapat
Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanaman Modal 2022 di Jakarta, Rabu
(30/11/2022).
Arifin
mengatakan, saat ini Kementerian ESDM sedang menangani kasus penambangan liar
yang disebut-sebut oleh oknum Wali Kota Gibran Rakabuming Raka.
Arifin
mengatakan Kementerian ESDM akan mengirimkan inspektur tambang untuk mengkaji
izin penambangan liar tersebut.
“Nah
ini masuknya izin. Selanjutnya, kami akan kirim inspektur tambang ke lokasi dan
juga menilai pemeriksaan terlebih dahulu untuk melihat apa saja izinnya,”
ujarnya.
Pada
saat yang sama, Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral menjelaskan, kerugian negara akibat penambangan
liar.
Setidaknya
bisa mencapai Rp 3,6 triliun, tidak hanya kerugian materi. Namun penambangan
liar ini juga menyebabkan kerusakan lingkungan.
“Kerugian
negara akibat penambangan emas ilegal ditaksir, bias sebesar Rp 3,4 sampai
dengan 3,6 triliun pada tahun 2020”. jelas Ridwan.
Belum
lagi penambangan timah illegal, telah merugikan pemerintah hingga 15 juta dolar
AS atau setara Rp 234 miliar rupee
(asumsi kurs 15.613 rupee per dolar AS).
“Kerugian negara terkait pertambangan emas,
kita anggap kerugian tahun 2020. Tina, negara bisa rugi 15 juta dolar,"
katanya, Selasa (12/6/2022).
Ridwan
juga menambahkan, dasar kerugian adalah penghitungan selisih data dan data volume
ekspor melalui bea cukai.
"Dibandingkan
dengan data yang ada dari Minerba, perkiraan berdasarkan misalnya data bea
cukai ekspor, artinya selisih yang dijual oleh kami tidak akan dikreditkan ke
rekening kami," katanya.
Alasan
adalah bahwa negara harus bertanggung jawab memulihkan lingkungan yang rusak
akibat penambangan liar.
Hal
ini karena tidak ada perusahaan yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan
akibat penambangan liar.
"Dari
segi lingkungan, kerusakannya jauh lebih besar karena setiap sentimeter
ditambang, jika ilegal, pemerintah harus mengembalikannya", tambahnya.
Ridwan
menyayangkan kerugian tersebut lebih dari jumlah korban jiwa akibat penambangan
liar.
Menurutnya,
industri pertambangan memiliki resiko yang tinggi dan jika ada korban. Jadi
tidak bisa dihitung dengan uang.
“Dan
lebih parah lagi kalau terjadi kecelakaan, itu yang paling kami lindungi. Penambangan
ini resikonya besar, kalau satu nyawa hilang, tidak bisa diganti,” ujarnya.
Penulis
: Yusuf
Editor
: Zainuddin